April 28, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Menhub Jangan Tutupi Borok Maskapai Besar yang Rugikan Konsumen

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (ist)

harianterbit.com

Kamis, 06 Agustus 2015 11:33 WIB

Jakarta, HanTer – Enam maskapai nasional dibekukan dan dicabut izin terbangnya karena tidak memenuhi ketentuan kepemilikan pesawat sewa sesuai ketentuan perundangan penerbangan, UU No 1/2009.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, mengemukakan, keenam maskapai tersebut diantaranya Asco Nusa Air, Air Maleo, Manunggal Air Service, Nusantara Buana Air, Survai Udara Penas, dan Jatayu Air.

“AOC (air operation certificate) enam maskapai dicabut sejak 1 Agustus 2015,” jelas Jonan di Jakarta, Rabu (5/8/2015).

‎Pemerintah sebelumnya, telah memberikan tambahan waktu bagi maskapai untuk memenuhi ketentuan kepemilikan pesawat hingga 31 Juli 2015 dari batas waktu awal 30 Juni 2015. Maskapai yang telah dicabut AOC nya, menurut Jonan, harus bertanggungjawab terhadap konsumennya yakni para calon pengguna jasa penerbangannya, baik charter maupun berjadwal.

“Bagi maskapai yang telah dicabut AOC-nya dan akan mengajukan kembali izinnya, dipersilakan saja, dengan memenuhi ketentuan yang berlaku,” kata Jonan.

Selain enam maskapai, sebanyak 13 maskapai penerbangan bermodal negatif terancam sulit mendapatkan izin rute baru. Jonan menyebutkan, maskapai itu adalah Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal dan 10 lainnya Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal.

Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal, di antaranya Cardig Air, Tri MG Intra Asia dan Indonesia Airasia. Adapun Badan Usaha Niaga Tidak Berjadwal, di antaranya Air Pasifik Utama, Ersa Eastern Aviation, Eastindo Services, Asialink Cargo Airlines, Tri MG Intra Asia, Transwisata Prima Aviation, Hevilift Aviation Indonesia, Asian One Air dan Survai Udara Penas.

Jonan mengatakan, saat ini maskapai tersebut tidak diizinkan untuk mengajukan rute baru. Mereka diberikan tenggat hingga 30 September untuk memenuhi syarat kepemilikan modal sebelum dicabut setifikat operator penerbangan (AOC). “Kami akan melakukan review (pengkajian) apabila nanti tidak bisa memenuhi, kita cabut AOC-nya,” katanya.

Khusus untuk Indonesia AirAsia, Jonan menyatakan belum berhasil menambah modalnya sampai akhir Juli. Penguasa penerbangan rute internasional itu termasuk dari tiga maskapai yang belum berhasil mengubah modalnya menjadi positif. Akibatnya, maskapai ini terancam dicabut izinnya. “Hanya ada surat kesanggupan memenuhi syarat ekuitas dari mereka,” kata Jonan.

Awal Juli lalu, Kementerian Perhubungan mengumumkan sebanyak 13 maskapai penerbangan terancam dicabut izin operasionalnya karena ekuitas perusahaan negatif. Mereka di antaranya Indonesia AirAsia dan Batik Air. Kementerian lalu memberi waktu sampai akhir Juli buat tiga belas perusahaan itu menambah modal. Namun Indonesia AirAsia, Tri MG Intra Asia, dan Cardig Air belum bisa memenuhinya. “AirAsia minta waktu sampai akhir September,” kata Jonan.

Sementara itu, ekuitas Batik Air yang sempat negatif pada awal Juli lalu disebut sudah positif setelah utang mereka dikonversi ke saham. Indonesia AirAsia, Tri MG Intra Asia, dan Cardig Air kini dihukum tak boleh menambah rute baru, mengubah rute penerbangan, atau mengembangan rencana bisnis mereka sampai bisa menambah modalnya.

Menyinggung soal dicabutnya izin operasi enam maskapai penerbangan, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengingatkan kepada Menhub Jonan, agar tidak melupakan hak-hak konsumen yang mungkin sudah terlanjur menggunakan jasa para maskapai yang dicabut izin operasinya tersebut. Sebab hal itu, merupakan hal utama yang disorot oleh YLKI.

“Kami mengapresiasi, karena itu intinya berarti Menhub Jonan sudah punya standard untuk memerbaiki layanan penerbangan di Indonesia. Akan tetapi, yang paling penting yakni ketika sudah dicabut izin operasinya, jangan lupakan hak-hak konsumen. Itu harus diselesaikan, dan Menhub harus memfasilitasi,” ujar Tulus kepada Harian Terbit, Rabu (5/8/2015).

Ketika ditanyakan terkait nama-nama maskapai yang dicabut izin operasinya itu merupakan maskapai yang tidak terlalu familiar di kalangan masyarakat, Tulus mengingatkan bahwa pihak Kemenhub seharusnya bisa terbuka membuka data-data. Jangan sampai, ada maskapai besar yang sebenarnya sudah sering merugikan masyarakat, tapi malah ditutup-tutupi.

“Terkait hal itu, ini harus fair, berdasarkan data. Kemenhub kan sudah meminta laporan keuangan dari setiap maskapai. Nah, laporan keuangan semua maskapai itu harus dibuka. Jadi jangan cuma berani yang kecil-kecil. Harus fair, antara maskapai yang kecil dan yang besar. Sehingga ada kejelasan yang terlihat di mata masyarakat,” kata dia.

Sementara, Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemi Francis mengungkapkan bahwa pihaknya sudah pernah membahas dan mendorong Kemenhub untuk melakukan sejumlah perbaikan, dalam hal pelayanan penerbangan di Indonesia. Antara lain yakni soal safety (keselamatan), security, dan juga kemudahan birokrasi pelayanan penerbangan.

“Targetnya di tahun 2015 ini, semua maskapai harus naik jadi kategori I,” kata Francis saat dihubungi Harian Terbit, Rabu (5/8/2015).

Untuk mewujudkan hal tersebut, katanya, semua maskapai memang seharusnya mengikuti peraturan yang berlaku di dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. “Agar penerbangan jadi lebih baik. Jadi kita dukung penuh. Kita pun mengapresiasi langkah Jonan,” ucapnya.

Terkait dengan adanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi salah satu maskapai yang dicabut izin operasinya, Francis menegaskan bahwa hal tersebut memang perlu untuk dilakukan, guna menunjukkan bahwa memang tidak ada praktik tebang pilih. Siapapun yang melanggar aturan, katanya memang harus diberikan sanksi.

“Tidak peduli BUMN atau bukan. Intinya memang kita mendukung. Apalagi UU tersebut sudah ditetapkan sejak lama. Aturannya kan satu tahun setelah suatu UU ditetapkan, semua pihak memang harus mematuhi. Jadi apa yang diputuskan Pak Jonan, itu sejauh ini sudah betul, dan kita mendukung,” ujar dia.

 

sumber: http://www.harianterbit.com/hanterekonomi/read/2015/08/06/37383/89/21/Menhub-Jangan-Tutupi-Borok-Maskapai-Besar-yang-Rugikan-Konsumen