April 26, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Menelusuri “Contempt of Court” di Berbagai Negara.

Foto : Mas Pur

5 November 2020 08:00

Firdiansyah Hidayatullah (Alumni Komunitas Peradilan Semu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Lembaga peradilan merupakan lembaga penegak hukum yang berkewajiban untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat, namun kewajiban itu juga harus diimbangi dengan hak untuk dilindungi dari segala hal buruk yang mengancam lembaga peradilan. Maka dari itu perlindungan itu mencakupi lembaga, proses atau mekanisme, maupun hakim secara khusus. Perlindungan tersebut diatur di dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI , ” Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Makna “merdeka” adalah kekuasaan kehakiman yang terbebas dari intervensi, tekanan, dan ancaman seseorang, kelompok masyarakat, atau lembaga lain yang bisa mengintervensi penyelenggaraan peradilan. (Oemar Seno Adji, 2016)

Namun, faktanyan M. Taufiq (Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo) tewas karena ditusuk oknum TNI. Kolonel (Laut) M. Irfan di dalam ruang sidang setelah membacakan putusan perkara harta bersama antara oknum TNI tersebut dengan mantan istrinya. Bahkan mantan istrinya pun ditusuk juga di waktu yang sama. Kejadian lain, hakim PN Jakarta Pusat dipukul oleh oknum pengacara, Tomy Winata. Tomi Winata memukul hakim tersebut dengan ikat pinggangnya ketika majelis hakim membacakan putusan.

Berbeda halnya dengan dua kejadian tersebut yang terjadi di dalam pengadilan, Hakim Agung Syaifudin Kartasasmita ditembak oleh Noval Hadad dan Maulawarman. Atas kejadian tersebut kedua terdakwa dituntut 14 tahun penjara karena terbukti melakukan pembunuhan berencana.

BERBAGAI NEGARA

Sebagai upaya untuk memperoleh penelitian yang baik dan memadai sebelum dibuatnya naskah akademik dan rancangan undang-undang contempt of court maka perlu dilakukan comparative study yang dilakukan dari beberapa negara, antara lain Inggris, India, dan Arab Saudi. Adapun ringkasnya sebagai berikut:

Foto : Andi Rain/EPA-EFE (Republika.co.id)

Inggris

Inggris sebagai negara yang menganut sistem hukum common law telah melahirkan aturan tertulis dalam Contempt of Court Act 1981. Contempt of court dibagi menjadi dua, yaitu civil contempt dan criminal contempt. Civil contempt merupakan tindakan tidak patuh terhadap putusan atau perintah dari pengadilan (on ofference against the enforcement of justice). Contohnya tidak membayarkan kerugian yang telah diperintahkan oleh pengadilan. Sanksinya berupa saksi paksaan. Jika criminal contempt adalah tindakan yang bertujuan untuk mengganggu atau merintangi penyelenggaraan peradilan dan akan diberikan sanksi berupa pidana.

Criminal contempt pun dibagi menjadi 5 klasifikasi, antara lain direct contempt in the face (gangguan di muka atau di dalam ruang sidang); indirect contempt ex facie (perbuatan mempengaruhi proses peradilan); Scandalizing in the court (perbuatan memalukan dan menimbulkan masalah); Obstructing Court Officer (menganggu hakim, jaksa, ataupun juru sita setelah meninggalkan ruang sidang); Revenge for acts in the course of litigation (tindakan yang ditujukan kepada saksi yang telah bersaksi dari pengadilan)

Kasus contempt of court di Inggris pernah dilakukan oleh Tommy Robinson yang melakukan penghinaan kepada pengadilan dengan menyiarkan rekaman terdakwa yang dituduh melakukan eksploitasi seksual dan telah ditonton ribuan orang pada tahun 2018. Atas tindakan tersebut Tommy Robinson dipenjara selama 13 bulan.

Foto: Kavitha Srinivasa (E&T)

India

Di India aturan tentang contempt of court adalah Contempt of Court Act 1971. Hampir sama seperti Inggris, India pun mengklasifikasikannya menjadi dua, yaitu civil dan criminal contempt of court. Namun, klasifikasi criminal contempt of court ada 3, yaitu meremehkan atau merendahkan kekuasaan pengadilan; usaha mencampuri setiap proses peradilan; dan menghalangi proses peradilan.

Di India pernah terjadi kasus contempt of court yang dilakukan oleh pengacara senior bernama Prashant Bhushan karena menghina pengadilan. Prashant telah bergabung dengan paduan suara pengguna Twitter dalam menegur Ketua Mahkamah Agung India karena berpose di atas superbike. Serta dia juga membuat tweet keluh kesah tentang “kehancuran demokrasi” di India selama masa pemerintahan yang saat itu. (FGD Proposal Penelitian Penyusunan Naskah Akademik Contempt of Court oleh Mahkamah Agung 2020)

Foto : Tanti Yulianingsing (Liputan6.com)

Arab Saudi

Di Arab Saudi belum ada aturan yang mengatur secara khusus delik contempt of court. Namun, ketentutan tentang contempt of court sudah diatur di dalam Bab 5 Pasal 73 Hukum Acara Syariah Saudi Arabia (Nidzam Al-Nurafa’at Al-Syar’iyyah) Salah Satu contoh kejadian contempt of court adalah kementerian kehakiman memerintahkan 53 orang ditangkap karena menolak mematuhi perintah pengadilan di Buraidah.

Mereka ditahan selama 3 bulan. hal tersebut dilakukan agar mereka dapat melaksanakan putusan dengan segera setelah bebas dari sanksi yang diberikan. (FGD Proposal Penelitian Penyusunan Naskah Akademik Contempt of Court oleh Mahkamah Agung 2020)

SEBAGAI IUS CONSTITUENDUM

Indonesia sebagai negara hukum yang berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan yang tertulis, maka Indonesia dituntut untuk segera melahirkan undang-undang yang mengatur tentang contempt of court. Aturan tersebut akan menjadi dasar hukum bagi semua aparat penegak hukum.

Dalam sejarah, sejak tahun 1980-an, BPHN telah melakukan pembahasan RUU KUHP yang salah satu aturannya membahas tentang contempt of court. Dalam pembahasan masih belum menemukan titik terang apakah pasal tentang contempt of court diletakkan dalam bab tertentu atau dicampur dengan pasal lain. Pembahasan selanjutnya dibahas di dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ketua-Ketua Mahkamah Agung se-Asia Pasifik di Jakarta (1978), Rapat Kerja Nasional IKAHI tahun 1986, dan Rakernas Mahkamah Agung dengan ketua-ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia pada September 2001 di Yogyakarta.

Selanjutnya pada tahun 2014, usulan RUU Contempt of Court masuk prolegnas DPR yang merupakan insiatif DPR, namun DPR belum memiliki Naskah Akademiknya apalagi Rancangan Undang-Undangnya. Kemudian pada tahun 2019, RKUHP telah membahas tentang delik contempt o court namun belum memadai dan serta tidak ada aturan tentang hukum acara khusus dalam delik ini.

Contempt of Court bukan lah sesuatu yang baru. Butir 4 alinea keempat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung telah menyebutkan bahwa

” Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu dibuat suatu undang-undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai “Contempt of Court”.

Maka dari itu Padmo Wahyono berpendapat bahwa aturan tentang contempt of court harus menjadi ius constituendum yang sangat dibutuhkan oleh penyelenggara keadilan atau peradilan di Indonesia. (Padmo Wahyono, 1986)

(Ringkasan hasil Forum Grup Discussion Proposal Penelitian Penyusunan Naskah Akademik Contempt of Court yang diadakan Mahkamah Agung tahun 2020)

Sumber : https://www.kompasiana.com/firdiansyah91711/5fa285348ede487bc16f3d82/contempt-of-court-di-indonesia?page=3