May 19, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Ini Arti Penting Konferensi Iklim COP21 Paris Bagi Bumi

Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, Psaat konferensi pers terkait Konferensi Perubahan Iklim (COP21) di Le Bourget, Paris, 28 November 2015. REUTERS/Jacky Naegelen

Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, Psaat konferensi pers terkait Konferensi Perubahan Iklim (COP21) di Le Bourget, Paris, 28 November 2015. REUTERS/Jacky Naegelen
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, Psaat konferensi pers terkait Konferensi Perubahan Iklim (COP21) di Le Bourget, Paris, 28 November 2015. REUTERS/Jacky Naegelen

nasional.tempo.co

SENIN, 30 NOVEMBER 2015 | 12:27 WIB

TEMPO.CO, Paris – Presiden Conference of Parties (COP) ke-20 Manuel Pulgar-Vidal akan membuka  COP ke-21 di Paris, Prancis, pada Senin pagi, 30 November 2015. Dia adalah Menteri Lingkungan Hidup Peru, lokasi diselenggarakannya COP ke-20 pada Desember 2014.

Setelah membuka, Vidal akan menyerahkan jabatan Presiden COP kepada Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius. Fabius akan menjadi Presiden COP ke-21, yang sidangnya akan berakhir pada 11 Desember 2015.

Pertemuan Para Pihak (Conference of Parties/COP) ke-21 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ini bakal dihadiri 147 kepala negara dan kepala pemerintahan. Termasuk Presiden Joko Widodo, Presiden Barack Obama, Presiden Vladimir Putin, Presiden Xi Jin Ping, Perdana Menteri David Cameron, dan lainnya.

“COP ke-21 di Paris ini memiliki arti strategis,” kata Dirjen Pengendali Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin di Paris pada Ahad, 29 November 2015.

Arti pentingnya adalah karena COP21 ini menjadi titik kulminasi dari pembahasan yang dimulai sejak lahirnya Ad-Hoc Working Group on Durban Platform for Enhanced Action (ADP) di COP ke-17 tahun 2011 di Durban, Afrika Selatan.

Latar belakang terbentuknya kelompok kerja ini berangkat dari kegagalan Protokol Kyoto yang berakhir tahun 2012. Negara-negara maju yang tergabung dalam Annex-1 gagal memenuhi target komitmennya untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca. Padahal mereka telah mencemari atmosfer Bumi dengan gas-gas tersebut sejak Revolusi Industri pada abad ke-18.

Gas-gas tersebut menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim di seluruh dunia. Akibatnya, frekuensi dan kuantitas bencana hidrometeorologi makin besar, seperti badai, banjir, kekeringan, dan lainnya. Negara berkembang dan miskin yang tidak memiliki dana menghadapi bencana itu menjadi kelompok paling rentan.

Para petani dan nelayan harus mengubah kebiasaannya dalam mencari nafkah karena kearifan lokal untuk musim tanam dan panen tidak berlaku lagi. Nelayan dan warga miskin yang tinggal di wilayah pesisir terancam permukimannya oleh banjir rob, abrasi, dan naiknya paras muka laut.

Pada COP di Durban disepakati untuk menyusun rezim baru kesepakatan dunia dalam menangani pemanasan global pasca 2020 yang berlaku bagi semua negara (parties). Prinsip yang disepakati adalah Common but Differentiated Responsibility (CBDR) and respective capability (CBDR-RC).

COP21 ditargetkan akan menghasilkan rezim penanganan perubahan iklim global baru yang akan mengikat semua negara pihak (applicable to all) dengan tetap memperhatikan prinsip CBDR-RC.

Bagi Indonesia, kesepakatan baru ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan nasional pasca 2020. Terlebih karena sebagai bagian penting dari komitmen pasca 2020 adalah diserahkannya INDC.

UNTUNG WIDYANTO (PARIS)