03/07/2021
Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Konflik pertanahan masih menjadi titik krusial bagi masyarakat dan dunia perbankan di Indonesia. Seperti yang terjadi di kawasan Perumahan Jatinegara Indah, Cakung, Jakarta Timur.
Adalah Ahli Waris Amroh bin Domat yang tengah menelusuri dugaan tindak kejahatan yang mendera keluarganya setelah tanah yang diakui milik mereka, tiba-tiba diambil alih secara sepihak oleh perusahaan pengembang dengan dalih Hak Pengelolaan (HPL) nomor 10.
Jika mengutip kemenkeu.go.id disebutkan, HPL bukan merupakan hak atas tanah sebagaimana Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).
HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL. Demikian disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip) Semarang Ana Silviana SH M.Hum saat memberikan materi tentang Kedudukan HPL dalam Sistem Hukum Tanah Nasional.
Ana Silviana menjelaskan di dalam UU PA tidak secara eksplisit mengatur tentang HPL. HPL ini tersirat dalam Pasal 2 ayat (4) UU PA yang berbunyi “HMN tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut peraturan pemerintah”.
Hal ini berimplikasi bahwa HPL hakikatnya bukan hak atas tanah gempilan dari HMN.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa HPL tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (HT).
Dalam penelusurannya, Ahli Waris Amroh bin Domat yang dikuasakan kepada Lembaga Investigasi Pengawasan Aset Negara (LIPAN) Republik Indonesia (LIPAN RI), menemukan adanya dugaan tindak kejahatan pemalsuan dokumen, manipulasi dan dugaan penyerobotan.
Dari hasil investigasi LIPAN RI tercatat, ada mafia tanah yang ‘bermain’ mengambil alih lahan milik Ahli Waris Amroh bin Domat. Lahan yang semula dikelola Ahli Waris, tiba-tiba diambil alih dan dipasangi plang bertuliskan “”TANAH SHGB No.1337/JATINEGARA SELUAS 56.980M2 HAK & DALAM PENGAWASAN PT. BANK ARTHA GRAHA INT. TBK”.
Ahli Waris terkejut, bagaimana bisa, tanah yang selama ini mereka kelola, tiba-tiba berada di bawah pengawasan Bank Artha Graha.
Yahya, sebagai salah satu dari lima ahli waris Amroh bin Domat memastikan pihaknya, termasuk kedua orangtuanya, tidak pernah menjual, menggadai atau mengalihkan hak kepemilikan tanah tersebut kepada orang lain.
“Saya kaget waktu tahu ada plang itu. Padahal, orang tua kami ngga pernah menjual lahan ini,” kata Yahya kepada wartawan di lokasi objek sengketa, Jumat (2/7/2021). Ia mengatakan, tanah milik keluarganya itu diambil alih sebelum lebaran Idul Fitri 1442 H (2021) lalu.
Rencana Pasang Plang Gagal
Diketahui, Ahli Waris Amroh bin Domat didampingi LIPAN RI berencana memasang plang klaim kepemilikan di atas tanah yang lokasinya berada di kawasan Perumahan Jatinegara Indah, Kampung Pengarengan RT/RW 10/09, Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur.
Namun rencana itu digagalkan sejumlah orang yang mengaku sebagai penjaga lahan. Mereka mengklaim ditugaskan oleh Bank Artha Graha untuk menjaga tanah tersebut.
Tidak ingin terjadi keributan, LIPAN dan ahli waris memberi kesempatan kepada para penjaga lahan untuk berkoordinasi dengan pihak Artha Graha soal rencana pemasangan plang kepemilikan. Mereka berjanji dalam waktu dekat segera berkabar.
Dugaan Mafia Bermain
Kuasa ahli waris, Mart Lumumba Mala, dalam keterangan resminya menjelaskan, pihaknya Ingin memasang plang klaim kepemilikan menyusul berdirinya plang yang mengatasnamakan ‘PT Bank Artha Graha’ yang dipasang sekitar pekan pertama Mei 2021, atau 10 hari sebelum Idul Fitri.
Selidik punya selidik, ternyata lahan itu diagunkan oleh PT Cakra Wahana Persada ke Bank Artha Graha atas dasar SHGB 1337 yang diperoleh dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2006.
“Ini saja sudah janggal, kog bisa SHGB jadi jaminan ke bank?” kata Mart. Ia menduga, ada mafia yang bermain untuk menguasai tanah kliennya.
Lokasi HPL Nomor 10 Diduga Berbeda
Menurut Mart, berdasarkan hasil investigasi, diperoleh data bahwa SHGB PT Cakra di lahan itu berdasarkan HPL Nomor 10 yang diterbitkan Pemprov DKI pada 1997 silam.
Namun anehnya, kata Mart, lokasi HPL Nomor 10 itu, lokasi berada di Kelurahan Penggilingan, bukan di lokasi yang saat ini menjadi objek ‘pengawasan Bank Artha Graha’ yang berada di wilayah Kelurahan Jatinegara.
Alhasil, menurut Mart, patut diduga, tidak ada dokumen girik kepemilikan ahli waris dalam surat pembebasan lahan HPL Nomor 10.
Berdasarkan investigasi itu, Mart mengatakan, pihaknya sudah melaporkan PT Cakra Wahana Persada ke Polisi.
Investigasi juga diperluas untuk menelusuri dugaan adanya mafia tanah di belakang kasus ini. Salah satunya adalah mensomasi BPN Pusat dan BPN Jakarta Timur untuk segera menggelar perkara status kepemilikan di lahan yang kini dikuasai Bank Artha Graha ini.
Mart menjelaskan, dari hasil investigasi terungkap sejumlah bukti yang intinya menguatkan kepemilikan Ahli Waris Amroh bin Domat di atas tanah tersebut.
Lapor ke Satgas Anti Mafia Tanah
Di lokasi yang sama, Ketua Umum LIPAN RI Harun S Prayitno menduga ada permainan mafia tanah dalam penerbitan SHGB bernomor 1337 itu. Pihaknya siap menempuh jalur hukum untuk mengurai kasus yang menyerat nama besar Bank Artha Graha ini.
“Kita sudah melaporkan kasus ini ke Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri dan Polres Jakarta Timur. Kami menduga ada pemalsuan dokumen. Mafia tanah bermain,” tandasnya.
Hingga berita ini dirilis, belum ada keterangan resmi dari pihak Bank Artha Graha maupun dari Pihak PT Cakra Wahana Persada terkait persoalan ini.
Sumber:https://kantorberitaburuh.com/sengkarut-mafia-tanah-di-jatinegara-seret-nama-besar-bank-artha-graha/
More Stories
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Peoplefest Sebagai Momentum Penerapan Digitalisasi Perbankan Bank Artha Graha Internasional
Rayakan HUT ke-51 Bank Artha Graha Internasional Kembali Gelar Kegiatan Donor Darah