November 22, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Yang Terkenang dari Petugas BBTKLPP Surabaya saat Observasi Covid-19

Karantina anak buah kapal (ABK) Diamond Princess di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, melibatkan banyak pihak. Termasuk Tri Wahyuniarti yang bertugas memastikan keamanan makanan petugas dan mereka yang dikarantina. Bertugas untuk kemanusiaan menumbuhkan patriotisme.

9 Mei 2020, 20:48:51

MUHAMMAD AZAMI RAMADHAN, Surabaya

”Kalau ada lagi, ya harapannya sih nggak ada lagi ya, saya siap disuruh berangkat,” kata Tri Wahyuniarti, petugas Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP), awal pekan lalu.

Tatik, sapaan akrab Tri Wahyuniarti, diberi tugas mengobservasi awak kapal Diamond Princess di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, Jakarta. ”Bukan karena apa ya. Bertugas di sana itu beda. Patriotismenya besar sekali,” lanjut dia.

Ya, Pulau Sebaru Kecil merupakan tempat karantina 68 ABK Diamond Princess. Karantina dilakukan sejak awal Maret lalu. Sebab, beberapa penumpang di kapal tersebut diketahui terinfeksi Covid-19. Berangsur-angsur, observasi tuntas pada pertengahan Maret lalu. Bagi Tatik, pengalaman bertugas di pulau kecil itu cukup mengesankan.

Saat itu, Tatik sempat tidak percaya mendapat tugas tersebut. Perasaannya campur aduk. Perempuan kelahiran 1962 itu menjadi satu di antara dua surveilans epidemiologi dari BBTKLPP Surabaya yang bertugas untuk mengobservasi 68 ABK Diamond Princess dari Yakohama, Jepang, 2−15 Maret 2020.

Dia mendapat perintah berangkat ke Jakarta pada Sabtu (29/2) pukul 09.00. Dia juga harus mengikuti rapat koordinasi dengan Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) pada petang pukul 18.00.

Namun, karena kesibukan kerja dan belum mempersiapkan perlengkapan yang dibawa, Tatik baru bisa berangkat pukul 15.30. ”Saya masih harus ambil pakaian dulu di rumah. Tapi, sebagian perlengkapan sudah ready,” ujarnya.

Keberangkatannya menuju Jakarta ternyata tidak mulus. Perlengkapan sejumlah reagen kit yang harus dibawa ke Jakarta terpaksa menyusul keesokannya.

Perjalanan menuju Jakarta juga tidak seperti yang dibayangkan. Pihaknya gagal mengejar waktu mengikuti rapat koordinasi pertama dengan tim. Karena itu, dia harus mengikuti rapat koordinasi pada sesi kedua, pukul 20.00.

Tatik mengatakan, reagen kit yang dijadwalkan datang keesokannya itu berisi lima jenis alat. Di antaranya, satu paket nitrit, satu paket sianida, satu paket, boraks, satu paket formalin, dan satu paket arsen. Bagi dia, semua alat itu sangat penting untuk menunjang kinerja selama masa observasi di Pulau Sebaru Kecil.

”Wah, itu penting sekali. Soalnya, kami dari Surabaya bertugas sebagai petugas keamanan pangan. Selain mengecek agar enggak basi, juga aman dari bakteri,” ungkap Tatik yang menjadi koordinator keamanan pangan.

Dia mengungkapkan selama karantina, dirinya menjadi penjamin keamanan makanan yang dikonsumsi seluruh petugas di Pulau Sebaru dan para ABK. Yang harus dicek berjumlah 583 paket makanan.

Jumlah itu, kata dia, untuk satu kali makan. Pihaknya bertugas di atas KRI Semarang-594. Seluruh aktivitas memasak dan meneliti kelayakan masakan dipusatkan di kapal perang berjenis landing platform dock (LPD) itu. Bahkan, kapal buatan PT PAL Indonesia tersebut menjadi pusat komando selama proses observasi. ”Semua aktivitas di kapal. Para koki langsung didatangkan dari Batam,” ujarnya.

Selama empat hari itu, distribusi makanan dikirim ke pulau dengan kapal. Namun, itu hanya berlangsung empat hari. Sisanya, aktivitas memasak dilakukan di daratan, tidak jauh dari lokasi karantina.

Penyebabnya, pada hari keempat, cuaca sekitar Pulau Sebaru buruk. Hujan disertai angin membuat pengiriman terhambat. Seharusnya, makanan itu sudah tiba pukul 18.00 untuk konsumsi makan malam. Namun karena cuaca buruk, makanan baru dikirim pada pukul 21.00. ”Jadinya basi. Ya, konsumsi malamnya langsung diganti baru. Untung, stoknya banyak,” ceritanya. Ketika itu, puluhan koki dan segala peralatan memasak langsung dipindahkan ke daratan.

Selain menjaga keamanan pangan, sebelum para ABK datang, pihaknya juga menggunakan reagen kit untuk meneliti keamanan air di Pulau Sebaru. Sebab, sebelum menjadi lokasi pusat karantina Covid-19, pulau itu pernah menjadi tempat rehabilitasi para pecandu narkoba.

Tatik mengungkapkan, di Pulau Sebaru Kecil juga terdapat sumur air. Pemeriksaan air dilakukan secara berkala. Tingkat keasaman air dan TDS atau total dissolved solids pun tak luput dari pemeriksaan.

Meski memiliki sumber air sendiri, para petugas Kogasgabpad harus memanfaatkan air sebaik-baiknya. Sebab, terkadang air bersih untuk mandi cuci kakus (MCK) terbatas. Dia mengaku selama observasi pernah kehabisan air sehingga memaksanya untuk tidak mandi sementara waktu.

Bagi perempuan yang menjabat kepala Instalasi Media, Reagensia, Limbah, dan K3 BBTKLPP Surabaya itu, hal yang paling berkesan adalah rasa patriotisme dan kekeluargaan.

Sebab, tim Kogasgabpad yang terdiri atas sejumlah instansi itu benar-benar bertugas atas nama kemanusiaan. Semua jabatan dan profesi melebur menjadi satu komando. ”Keprofesian ditanggalkan. Semua ya angkat-angkat, enggak terkecuali dokter. Itulah yang membuat saya trenyuh,” kenang perempuan yang pernah menjadi petugas haji tersebut.

Selain itu, pihaknya bangga mengenakan kaus doreng bertulisan Marinir. Kaus pemberian Marinir TNI-AL tersebut sangat berkesan sehingga masih sering dia kenakan semasa bertugas di BBTKLPP Surabaya sebagai pranata lab yang menerima spesimen Covid-19 dari empat provinsi; Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB.

Tatik pun sangat bangga memiliki Komandan Tim Kogasgabpad Letkol (Kes) drg M. Arifin SpOrt yang mengomando ratusan anggota selama masa karantina. Menurut dia, Letkol Kesehatan Arifin-lah yang menjuluki tim Kogasgabpad dengan Tim Kobra.

Tim Kogasgabpad yang didominasi Marinir itu sangat memuliakan tenaga kesehatan. Semua sarana disiapkan khusus untuk tenaga kesehatan. Bahkan, ungkap dia, para prajurit Marinir ditugaskan untuk memastikan dan menjaga keamanan serta kesehatan para tenaga kesehatan. ”Kami itu nggak boleh angkat-angkat berat. Koper kami waktu perpisahan dibawakan. Semoga kebaikan selalu menyertai mereka,” kenangnya.

Pulau seluas 16,60 hektare itu telah dia jelajahi dengan jalan kaki. Di setiap langkahnya juga terselip doa, berharap korona jenis baru tersebut segera berakhir dan tidak lagi ”membekap” warga Indonesia.

Sumber : https://kurio.id/app/articles/22931872