April 26, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Stafsus Erick Thohir Beberkan Penghambat Vaksin Covid-19 Sampai ke Warga

Antrean warga yang akan melakukan vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Lapangan Artha Graha Peduli, Jakarta, Selasa, 13 Juli 2021. Rumah Sakit Lapangan tersebut dapat melakukan pemeriksaan atau tes COVID-19 serta menjadi sentra vaksinasi COVID-19. DPD Melakukan peninjauan ke sejumlah titik vaksinasi yang dilakukan pihak swasta sebagai bentuk pengawasan terhada publik. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sabtu, 24 Juli 2021 09:59 WIB

TEMPO.COJakarta – Meskipun persediaan vaksin Covid-19 sudah cukup banyak dan belakangan akses terhadap program vaksinasi semakin mudah, pemerintah menyebutkan, masih ada beragam penghambat vaksin sampai ke masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Komunikasi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Stafsus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga.

Arya menyebutkan, saat ini warga dimudahkan mengakses vaksin karena tak perlu mendatangi lokasi program vaksinasi sesuai lokasi KTP yang bersangkutan. Tapi pelaksanaan di lapangan kadang tak semudah itu.

“Sebetulnya, sekarang tiba-tiba lagi lewat ada tempat vaksin mau disuntik juga sudah bisa, tinggal bawa KTP. Tapi kan, di masing-masing tempat kondisinya berbeda-beda,” kata Arya, saat melakukan siaran langsung di Instagram bersama Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman, Jumat, 23 Juli 2021.

Warga, kata Arya, juga bisa mengecek lokasi vaksinasi di website KPCPEN atau LawanCovid. Daftar diri dapat dilakukan secara online, agar mendapat informasi kapan waktu harus mulai antre dan dipastikan sudah ada vaksinnya di lokasi.

Kalaupun ada kendala lama antrean di tempat vaksinasi, menurut dia, karena memang prosesnya harus dilakukan secara hati-hati. Ada prosedur yang harus dilakukan dan butuh tenaga kesehatan yang menyuntikkan vaksin itu.

Untuk itu, pemerintah sudah menggenjot jumlah tenaga kesehatan yang dilibatkan. “Di satu sentra bisa 6.000 orang per hari, pasti ada yang 3-4-5 hari terpaksa antre karena nakes kita kemampuannya cuma 6.000 dan nggak mungkin ditambah lagi. Jadi harus dipahami kenapa harus ada antrean, karena lebih kepada ketersediaan nakesnya yang terbatas,” ujar Arya.

Di beberapa kesempatan, kata dia, ada juga kemungkinan vaksin belum terkirim, atau bahkan vaksin yang telah dikirim sudah kembali habis karena serapannya cepat. Terkait jumlah vaksin, saat ini totalnya sudah mencapai 127.90 juta dosis yang siap untuk disuntikan.

Sementara, total vaksin bersama yang bulk atau bahan belum jadi ada 151 juta. Adapun, yang didistribusikan sudah 75 juta hampir 77 juta. Lalu mengapa yang divaksin baru 58 juta?

Arya mengatakan, hal ini terkait pengiriman. Pertama, produk itu harus naik bus atau truk khusus yang dilengkapi pendingin untuk menjaga suhunya dan sebagainya supaya tidak terganggu kualitasnya. Masalahnya, setelah dikirim ke satu provinsi, vaksin langsung disebar ke semua kabupaten sesuai proporsi jumlah penduduk. Ketika dikirim, ada yang terserap cepat, ada yang lambat.

“Yang terserap cepat ini minta lagi. Nah yang butuh waktu lagi untuk pengiriman. Kadang juga kita mempertanyakan provinsi A masih banyak vaksinnya, kok ada yang lain yang kurang. Ya itu, karena ada yang serapannya cepat, ada yang lambat,” ucap Arya.

Sementara itu, vaksin dari daerah yang serapannya lambat tidak bisa dengan mudah ditarik kembali dan dialihkan ke daerah yang serapan vaksinnya cepat. Sebab, vaksin sudah menyebar sampai level puskesmas.

Arya mencontohkan, di satu kecamatan di satu provinsi telah tersedia 500 ribu dosis vaksin dan warga yang divaksin baru 300 ribu. Lalu muncul pertanyaan, kemana 200 ribu dosis vaksin lainnya dan kenapa ada kecamatan lain yang meminta vaksin.

Menurut Arya, hal itu terjadi karena vaksin sudah disebar merata sesuai jumlah penduduk, tapi proses penyuntikannya ada yang agak lama. Oleh karena itu, ada daerah yang mengaku kekurangan vaksin Covid-19. Ada juga vaksin yang sudah sampai di puskesmas tapi tidak ada warga ada yang mau disuntik. “Itu tercatat sebagai belum dipakai,” tuturnya.

Yang pasti, kata dia, masyarakat tidak perlu khawatir ketersediaan vaksin karena distribusi juga sudah digenjot Kemenkes. Sayangnya, tanggung jawab pemerintah pusat hanya sampai antar ke provinsi. Setelah itu, tanggungjawabnya pindah ke Gubernur, Bupati, Pemda.

Berikutnya, kata Arya, temuan bahwa warga yang memakai KTP beda domisili dan tidak bisa mendapat vaksin Covid-19, bisa jadi karena beberapa fasilitas kesehatan khawatir jika vaksin diberikan ke penduduk daerah lain, maka vaksin untuk penduduk setempat bisa kurang. “Ini kebijakan di level bawahnya. Kebijakannya sih dari pusat, siapa pun boleh datang. Yang penting, yang mau divaksin ada, vaksinnya ada, yang nyuntik ada.”

Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1486714/stafsus-erick-thohir-beberkan-penghambat-vaksin-covid-19-sampai-ke-warga?