Jumat 23 Feb 2018 05:47 WIB
Rep: Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Selama 10 tahun, pengurus kesulitan mendapatkan izin pengembangan masjid.
REPUBLIKA.CO.ID, Suara azan dari pengeras suara Masjid Nurul Islam, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terdengar nyaring dari ujung gang di Jalan Tulodong Atas, Kamis (22/2). Namun, wujud masjid itu tak tampak sama sekali.
Di sepanjang gang kecil menuju ke masjid, pedagang sayur, makanan, dan pakaian berjajar di kanan-kiri jalan. Sungguh pemandangan yang sangat kontras. Pasar dan masjid kecil itu bagai ruang kumuh di antara sentra perekonomian nan megah, dipenuhi gedung pencakar di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD).
Berdiri sejak 1960-an, masjid ini awalnya lebih kecil dan berbentuk seperti rumah adat masyarakat Betawi. Bermodal wakaf, luas lahan bertambah hingga sekitar 800 meter persegi. Dengan kontribusi para pedagang, masjid itu dapat terus dirawat dan dihidupkan.
Salah seorang warga, Cholilah Rodja, mengatakan bangunan ini merupakan satu-satunya masjid yang tersisa setelah kawasan SCBD dibangun pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
“Asalnya kan dulu di sini banyak masjid, mushala. Karena ada pembangunan ini (SCBD) yang developer-nya Artha Graha dan Agung Sedayu, jadi bangunan masjid banyak yang dirislah keluar,” kata Cholilah yang juga dipercaya sebagai bendahara Masjid Nurul Islam, di Tulodong Atas, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (22/2).
Selain Masjid Nurul Islam, hanya tersisa satu mushala di Jalan Tulodong Atas. Mushala yang dibangun oleh kakek Cholilah ini juga kabarnya akan dirislah. Ia berharap Masjid Nurul Islam sebagai satu-satunya masjid tua yang masih ada dapat dipertahankan dan dikembangkan.
Pengurus masjid bahkan telah menyiapkan sebuah maket untuk membangun masjid berlantai tiga. Maket ini telah dibuat sekitar 10 tahun lalu. Bangunan diprediksi menghabiskan dana sekitar Rp 4-6 miliar.
“Sekarang sudah enggak mungkin. Mungkin dua kali lipat. Karena kondisi harga barang sudah jauh berbeda,” ujar dia kepada Republika.
Sayangnya, pembangunan masjid ini mengalami hambatan. Selama lebih dari 10 tahun, para pengurus harus berhadapan dengan sulitnya mendapatkan surat-surat dan perizinan. Cholilah merasa dipersulit ketika mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di tingkat Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan hingga Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Pemerintah berdalih, Cholilah harus mendapatkan izin dari PT Artha Graha Group dan PT Agung Sedayu Group sebagai pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) kawasan SCBD. Bagi Cholilah, hal ini tidak masuk akal, sebab warga dan pengurus masjid tidak pernah menyerahkan lahan maupun bangunan masjid kepada pihak pengembang.
“Saya kok jadi mikirnya gimana ya. Namanya kita enggak menyerahkan ini ke PT. Harusnya kan undang-undang segala macam memberikan peluang kami membangun (masjid) ini,” ujar dia.
Menurut Cholilah, hubungan antara pengurus masjid dan pengembang kawasan SCBD berjalan tidak harmonis. Hingga setahun terakhir, pihak pengembang terus melakukan lobi-lobi agar dapat membebaskan lahan dan bangunan masjid. Mereka berdalih bahwa setiap gedung di SCBD telah menyediakan ruang beribadah.
Pihak pengembang juga menutup akses menuju masjid. Mereka membangun tembok untuk memisahkan area warga dan masjid dengan kawasan SCBD.
Tembok batako itu dinilai menambah kesan kumuh masjid. Pengurus pun mengganti tembok itu dengan bahan batu alam. Namun, mereka tetap tak dapat membuka akses masjid bagi warga sekitar.
Selain itu, kata Cholilah, pihak SCBD juga mempermasalahkan suara azan yang menggema dari pengeras suara Masjid Nurul Islam. Mereka meminta agar pengeras suara tidak diarahkan ke area SCBD.
Di sisi lain, suara musik dari tempat-tempat hiburan di kawasan SCBD justru berdentum hingga dini hari dan mengganggu istirahat para warga, terutama para lansia.
“Mbak lihat ada Beer Garden. Makin pagi musiknya rock gila-gilaan. Paling cepat jam 02.00 WIB pagi, mereka berhenti. Artinya pihak Artha Graha yang menggelola SCBD enggak ada toleransi,” kata dia.
Pengurus Masjid Nurul Islam bersikukuh menolak pembebasan lahan. Selain merupakan peninggalan terakhir, masjid berbeda dengan ruang ibadah. Masjid dinilai sebagai simbol umat Islam yang harus dipertahankan.
Cholilah menceritakan, masjid itu dibutuhkan oleh para warga, buruh bangunan, dan para karyawan di sekitarnya. Ia menambahkan, apabila telah dibangun, masjid tersebut justru dapat menjadi nilai tambah bagi pihak SCBD. Tanpa perlu membebaskan lahan, pihak pengembang dapat memfasilitasi para karyawan di gedung-gedung sekitar masjid untuk beribadah.
Lurah Senayan, MP Trianggono, mengatakan keberadaan masjid ini menentukan nasib para pedagang di sekitarnya. Apabila masjid ini dirislah, para pedagang kemungkinan juga akan tergusur.
“Kalau masjid ini sudah enggak ada, pasarnya juga enggak ada,” kata dia di lokasi yang sama.
Lokasi pasar dan masjid itu, oleh pengembang rencananya akan dibuat sebagai akses masuk ke beberapa kawasan apartemen. Namun, ia yakin warga dan para pedagang akan menolak rencana tersebut.
Ia menambahkan, pasar itu sebenarnya hanya lokasi sementara. Para pedagang menggunakan akses jalan untuk berjualan. Namun, hingga kini, ia belum menemukan solusi untuk memindahkan para pedagang.
“Sementara belum ada solusi,” kata dia.
Salah seorang pedagang, Sri Yani, mengatakan Pasar Tulodong Atas telah ada sejak lama. Ia menaksir usianya sudah lebih dari 50 tahun. Pasar itu cukup besar dan beroperasi secara resmi di bawah pengelolaan PD Pasar Jaya.
Namun, sejak pembangunan kawasan SCBD, pasar itu dipindahkan ke daerah Pesanggrahan. Hingga kini, hanya ada beberapa pedagang yang masih bertahan. Ia memperkirakan jumlahnya hampir 70 orang.
Pedagang lain, Tri Wahyuni, mengatakan pihak Kecamatan Kebayoran Baru telah mendata dan mengumpulkan para pedagang pada Senin (19/2). Mereka diminta untuk menyiapkan sejumlah persyaratan untuk mendaftar dalam program One Kecamatan One Center of Entrepreneurship (OK OCE).
“Katanya OK OCE itu lho. (Dibuat) kaya pujasera itu lho, di Blok S situ. katanya mau dibangunlah dijadiin bagus. Dirapiin,” kata Tri.
Tri mengaku belum mengetahui tentang detail program OK OCE. Namun, ia tak menolak untuk diajak bergabung seandainya dapat berdampak positif bagi perekonomian para pedagang.
Namun, hingga kini masih ada beberapa hal yang mengganjal bagi mereka. Selain BPJS Kesehatan, pedagang disyaratkan memiliki NPWP dan KTP DKI. Padahal, banyak pedagang berasal dari luar DKI.
“Ya enggak tahu (solusinya). Belum ada keputusan. Makanya ntar diputusin dari sono (pemerintah),” ujar Tri.
Camat Kebayoran Baru, Aroman, mengatakan lahan itu tidak akan dibebaskan karena ada penolakan dari para warga. Lokasi masjid akan dipertahankan.
Selain itu, pihaknya akan mendorong pengembang kawasan SCBD untuk memenuhi fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasos/fasum) berupa jalan tembus ke arah masjid. Dengan begitu, akses masjid akan lebih terbuka.
Ada pula rencana dari Pemprov DKI untuk menambah nilai fungsi masjid tersebut menjadi museum Alquran. “Nanti kan kalau sudah dibangun, jadi gedung-gedung kantor semua, jadi (masjid dan museumnya) akan di tengah-tengah),” kata Aroman ketika dihubungi Republika.
Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi menampik bahwa Pemkot telah mempersulit pengurusan IMB Masjid Nurul Islam. Ia mengatakan, kawasan itu masuk dalam area pengelolaan yang diatur dalam SIPPT kawasan SCBD.
“Kan memang masuk kawasan SIPPT SCBD. Ya PTSP (Suku Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PM-PTSP Jakarta Selatan) enggak berani (memberi izin),” ujar dia kepada Republika.
Ia mengatakan, untuk dapat meloloskan IMB dan pembangunan Masjid Nurul Islam, area itu harus dikeluarkan dari SIPPT SCBD. Hal itu akan dibahas dalam pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah. Ia belum dapat memastikan kapan pertemuan akan dilakukan.
Adapun, Sekda Pemprov DKI Saefullah telah mengunjungi Masjid Nurul Islam, Kamis (22/2) atas instruksi dari Gubernur DKI Anies Baswedan. Ia mengatakan, Pemprov DKI masih menjajaki rencana pembangunan museum di kawasan masjid tersebut.
“Baru penjajakan ya. Kalau museum Alquran itu kan ada mungkin kerja sama dengan Saudi. Tapi Saudi cocok enggak dengan tanah hanya 800 meter persegi? Itu kita masih ragu, tapi nanti kita bicarakan,” ujar dia.
Sumber : https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/p4k8fr409/masjid-nurul-islam-yang-terancam-di-antara-gedung-scbd
More Stories
Grand Re-opening Store Electronic City SCBD, Sekaligus Rayakan Perjalanan ke-23 Tahun
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Artha Graha Peduli Gelar Upacara HUT ke-79 Republik Indonesia Dipusatkan di SCBD