April 20, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Hakim PN Jakpus Disabet Pengacara TW, Ikahi Minta Ada UU Contempt of Court

Seminar 'Peran UU Contempt of Court dalam Perlindungan Kekuasaan Hakim yang Mandiri' (Yulida/detikcom)

Kamis 01 Agustus 2019, 11:52 WIB

Jakarta – Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) cabang Khusus Mahkamah Agung, Syamsul Maarif, mendesak DPR dan pemerintah membentuk RUU Penghinaan Pengadilan (Contempt of Court). Permintaan ini didasari beberapa peristiwa yang dianggap melecehkan pengadilan, salah satunya penganiayaan terhadap hakim PN Jakpus yang dilakukan advokat.

“Ancaman demikian tidak akan berkurang jika tidak dicegah melalui penegakan UU yang efektif. Kesadaran dan tingkat pendidikan saja tidak cukup untuk mengurangi terjadinya contempt of court. Penganiayaan terhadap hakim di PN Jakarta Pusat terjadi di ibu kota negara tempat di mana masyarakat telah berpendidikan,” kata Syamsul, Kamis (1/8/2019).

Hal itu disampaikan Syamsul dalam seminar ‘Peran UU Contempt of Court dalam Perlindungan Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri dan Bebas dari Segala Pengaruh dan Ancaman’ di Hotel Holiday Inn, Kemayoran, Jakarta Pusat. Penganiayaan yang dimaksud Syamsul ialah saat pengacara pengusaha Tomy Winata (TW) menyabet hakim PN Jakpus saat membacakan putusan pengadilan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Dia menyebut beberapa kasus pelecehan terhadap peradilan lain, di antaranya kasus perusakan di PN Larantuka pada 2003, penyerangan terhadap hakim di Gorontalo pada 2013, dan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita ditembak hingga tewas ketika mengendarai kendaraannya menuju kantor untuk bekerja.

Selain itu, pernah terjadi penghadangan terhadap juru sita dalam proses eksekusi putusan. Peristiwa-peristiwa tersebut dinilai sebagai bukti adanya ancaman terhadap eksistensi badan peradilan serta aparatur pengadilan untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Syamsul menilai RUU Contempt of Court merupakan prioritas utama agar kekuasaan kehakiman yang mandiri. Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, UU Contempt of Court sudah ada sejak 116 tahun yang lalu.

“Oleh karena itu kami meminta pembuat UU (yaitu) pemerintah dan DPR tidak memiliki pilihan lain, kecuali mengundangkan UU Contempt of Court dalam waktu yang dekat,” kata Hakim Agung itu.

Saat ini, dalam Prolegnas 2015-2019, RUU Contempt of Court sudah masuk pembahasan meski dalam urutan belakang nomor 61. Ia mengapresiasi isu contempt of court juga sudah masuk RUU KUHP meskipun sangat singkat.

Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Non-Yudisial, Sunarto, mengatakan, UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mengisyaratkan perlu disusun undang-undang yang secara khusus mengatur tentang ancaman hukuman dan penindakan terhadap sikap atau ucapan yang dapat merendahkan kehormatan peradilan.

Dia mengatakan persoalan pelecehan pengadilan harus mencakup dan disesuaikan dengan perkembangan zaman yang saat ini memasuki revolusi industri 4.0. Sebab, dengan kemajuan teknologi bisa saja ancaman, cemoohan, dan merendahkan keadilan terjadi secara tidak langsung.

Misalnya sabotase website pengadilan, sabotase putusan pengadilan, dan penggiringan opini di medsos sehingga muncul kesan hakim berpihak ke pihak tertentu.

“Tindakan-tindakan pelecehan terhadap peradilan makin sering terjadi seiring dengan bergulirnya era reformasi yang lebih bebas. Perbuatan tersebut dapat terjadi secara langsung di muka persidangan, dan atau tidak langsung di luar persidangan,” kata Sunarto.

Saat ini, pasal-pasal terkait ‘penghinaan kepada pengadilan’ sudah ada dalam KUHP. Selain itu, dalam RUU KUHP sudah dimasukkan materi sejenis. RUU KUHP kini masih teronggok di DPR.
(yld/jbr)

Sumber : https://news.detik.com/berita/4647851/hakim-pn-jakpus-disabet-pengacara-tw-ikahi-minta-ada-uu-contempt-of-court