November 22, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

“Lilin” yang Memadamkan Kebakaran Hutan

October 29, 2019

SHNet, Jakarta – Anak-anak muda itu beradu ide suatu waktu. Menentukan prototipe yang akan dibuat. Awal idenya terkait rantai pasok kelapa sawit. Namun  kemudian berbulat tekat pada penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Lokasi awal yang dipertimbangkan adalah Sintang, kemudian Ketapang, dan akhirnya kami memilih Kubu Raya,” ujar Etty Septia Sari kepada SHNet. Tepatnya di Desa Sungai Deras, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Etty adalah salah satu peserta atau siswa Bekal Pemimpin 2019, sebuah pendidikan berbasis kolaborasi antar pihak untuk mencapai solusi, yang diselenggarakan Yayasan Upaya Indonesia Damai (UID).

Yayasan ini didirikan antara lain oleh Jurnalis Senior Aristides Katoppo dan Cherie Nursalim. Saat ini, mantan Menteri Pariwisata di Era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Marie Elka Pangestu menjadi Direktur untuk yayasan ini.

Dalam pembuatan Prototipe penanganan Karhutla ini, Etty ditunjuk sebagai ketua tim. Menurut Etty, peserta Bekal Pemimpin wajib mengikuti pendidikan selama enam bulan dan membuat prototipe tentang penanganan persoalan yang berbasis pada penggalian akar untuk menemukan solusi.

“Di lokasi ini banyak gambut, kebakaran dan konsesi,” ujarnya. Dahulunya desa ini sangat terisolir, tetapi sejak dibukanya jalan raya yang menghubungkan dengan kecamatan Kubu, perekonomian desa ini menjadi lebih berkembang. Luas wilayah ini 45 km persegi, yang terdiri dari empat dusun, delapan RW dan 17 RT.

Selain itu, pemerintah daerah Kalimantan Barat (Kalbar) bersama perusahaan yang sedang beroperasi di daerah itu juga tengah berupaya membuat desa mandiri.

Setelah bulat tekat pada ide tersebut, kata Etty, tim kemudian bertemu dengan perusahaan yang bersinggungan dengan program tersebut, yakni PT Mitra Aneka Rezeki (MAR) dan PT Pasifik Agro Sentosa (PAS). Kedua perusahaan itu adalah grup Artha Graha yang bergerak di bidang kelapa sawit.

“Kami menyampaikan ide kami sebagai salah satu poin dari 52 Rencana Aksi Nasional (RAN) penanganan lingkungan, yang terkait karhutla,” ujarnya. Dalam pengelolaan sumber daya alam, tim ini berbasis analisa Ice Berg, untuk mencari penyelesaian masalah adalah dengan melihat sampai ke dalam akar persoalan.

Gayung bersambut. “Mereka bisa menerima ide kami,” kata Etty. Setelah itu, mereka bersama-sama turun ke masyarakat, mendengar suara mereka, dan menggali apa yang dibutuhkan mereka. Dalam wawancara yang dilakukan dengan kepala desa, mereka menginginkan bantuan sarana dan prasarana, pengembangan ekonomi, penanaman kembali, dan revitalisasi gambut. Namun, karena lahan ini berada di areal konsesi maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah pemberian sapi.

“Kami menawarkan pengembangan BUMDes pertanian, perikanan, dsb. Juga perlunya pembuatan Perdes (peraturan desa) soal restorasi gambut, penanganan karhutla, termasuk insentif dan sanksi,” ia memaparkan. Menurut Etty, pada tanggal 28 November nanti diluncurkan pedoman melakukan pencegahan dan penanganan karhutla.

Berkelanjutan

Prayoto yang tergabung dalam tim karhutla menambahkan, prototipe yang dikembangkan ini mengarah pada penanganan persoalan yang berkelanjutan dengan melibatkan kolaborasi antara masyarakat, NGO, perusahaan, dan pemerintah.

“Dengan Tora tidak bisa. Di usir juga tidak mungkin, karena itu harus kerjasama yang ada manfaat ekonominya,” ujarnya. Menurutnya, manfaat ekonomi ini sangat penting karena penyelamatan lingkungan tanpa dibarengi ekonomi dan pasar tidak jalan.

“Salah satu yang dipertimbangkan adalah pemberian kredit lunak, bergulir, dimana hasil petani dijual kembali ke perusahaan, tetapi dengan harga sesuai pasar. Ini bukan seperti sistem ijon,” ia memaparkan.

Salah satu Pendiri Yayasan UID Aristides Katoppo dalam sebuah perbincangan mengatakan, UID didirikan untuk menumbuhkan, menebarkan, dan menyebarkan harapan, melalui ide-ide kolaborasi. Sebab, dunia terlalu besar, sementara individu terlalu kecil. Maka dibutuhkan kolaborasi kolaborasi untuk menciptakan dunia yang baik. “Alam semesta ini butuh kasih sayang dari kita semua,” kata pria yang akrab di sapa Tides.

Tides menyebut, ide baik sekecil apapun adalah baik. Ia bak lilin di tengah kegelapan. “Jadilah lilin ketimbang mengutuki kegelapan. Lilin itu kecil tapi jika ada dalam kegelapan sinarnya akan terang, lebih terang dari pada cahaya lampu ribuan watt yang ada di tengah  kota” ujarnya. (Tutut Herlina)

 

Sumber :  http://sinarharapan.net/2019/10/lilin-yang-memadamkan-kebakaran-hutan/