April 29, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Ada Tomy di Baja

Tomy Winata (Foto: tempo.co.id)

Tomy Winata (Foto: tempo.co.id)
Tomy Winata (Foto: tempo.co.id)

www.majalahreviewweekly.com

Senin 31 Agustus 2015 | 22:13 WIB

BISNIS baja dirundung pilu. Pertumbuhannya tak lagi bisa diprediksi seiring dengan fluktuasi dolar AS terhadap rupiah yang jelas sangat memengaruhi nilai penjualannya. Selama ini, pertumbuhan konsumsi baja nasional mencapai 8% per tahun. Namun, dengan rontoknya rupiah, bisa jadi pertumbuhan konsumsi baja nasional stagnan.

Di tengah kondisi seperti ini, mencuat kabar Artha Graha Grup, kelompok usaha milik Tomy Winata terjun di industri baja. Melalui anak usahanya, PT Artha Metal Sinergi yang didirikan setahun lalu, Tomy akan menggandeng perusahaan baja asing guna mendirikan perusahaan patungan yang akan membangun pabrik baja.

Mengapa Artha Graha tertarik dengan bisnis baja? Felix Effendi, Chief Executive Officer PT Artha Metal Sinergi menjawab, bahwa Indonesia saat ini tengah gencar membangun infrastruktur. “Ini potensi besar, maka kami masuk industri baja,” katanya. 

Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada akhir tahun lalu jumlah industri logam di dalam negeri sebanyak 325 unit. Total produksi baja kasar mencapai 13 juta ton. Sementara, untuk konsumsi baja nasional mencapai 9,2 juta ton dengan 3,8 juta ton di antaranya impor. 

Nilai impor produk baja secara keseluruhan, mulai dari produk hulu, intermediate, dan hilir baja, mencapai US$ 13,4 miliar. Impor meningkat US$ 10,7 miliar atau setara dengan 22 juta ton besi baja dari tahun sebelumnya. 

Konsumsi baja nasional diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 3% – 6% setiap tahunnya. Sayangnya, dengan kapasitas produksi baja nasional yang mendekati 10 juta ton per tahun, tingkat utilitas baru mencapai 35% – 40% akibat melemahnya kondisi baja global. 

Suplai besi baja produksi dalam negeri belum memenuhi semua kebutuhan pasar domestik, sehingga beberapa jenis barang tersebut masih diimpor. Industri hilir besi baja nasional tumbuh lebih cepat dibanding dengan industri hulu dan menyebabkan suplai bahan baku domestik untuk industri intermediate dan hilir masih belum mencukupi.

Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab hadirnya produk baja impor yang cukup besar. Kebutuhan baja akhirnya lebih banyak disuplai dari China. Ketika pemerintah tengah menggenjot proyek pembangunan infrastruktur, maka dibutuhkan pasokan baja dalam jumlah besar. Peluang inilah yang akan dibidik oleh Artha Graha. “Kami melihat pangsa pasar domestiknya sangat besar. Kami ingin menjadi salah satu major player di sini,” ucap Felix. 

Penandatanganan kerjasama dengan mitra asing­nya ini dilakukan awal September, dengan bentuk join venture. Nilai investasinya mencapai miliaran dolar AS. Pada tahap awal, Artha Metal akan membangun pabrik baja hilir jenis baja konstruksi di Pulau Jawa pada akhir 2016. Target penyelesaian pembangunan tahun 2018. 

Industri baja yang akan dibangun ini merupakan industri yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir yang akan dirampungkan dalam waktu lima sampai tujuh tahun. Untuk tahap awal, produk yang dihasilkan yaitu baja konstruksi. rw

sumber: http://www.majalahreviewweekly.com/read/318/ada-tomy-di-baja#sthash.m5XSEFcQ.dpuf