Senin 26 Oct 2020 13:20 WIB
Red: Joko Sadewo
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heka Hertanto (Ketua Umum Artha Graha Peduli)
Tanpa terasa 10 tahun sudah erupsi Gunung Merapi pada Selasa pagi, 26 Oktober 2010. Sebelum erupsi merapi, saya mendarat di Bandara Adi Sucipto Jogyakarta dan bersama Mas Capung langsung ke Kalitengah Lor untuk melihat pos-pos pemantauan Komunitas Lereng Merapi dalam kesiapsiagaan terkait meningkatnya aktivitas Gunung Merapi sehingga dari pagi di Kalitengah Lor. Rencana selanjutnya saya ke Kinahrejo namun dibatalkan.
Menjelang magrib, mendadak hawa terasa dingin dan hujan abu serta hujan batu-batu kecil, langit menjadi gelap. Saat itu baru sadar kalau telah terjadi erupsi setelah membantu warga untuk segera turun. Saya bergegas bergerak sekitar jam 18.00 WIB dibonceng Mas Capung di tengah suasana gelap pekat debu vulkanik. Kemudian bergabung dengan SAR Gabungan di Pangukrejo sekitar 1 km dari Kinahrejo untuk selanjutnya membantu evakuasi dengan waktu maksimal 5 jam aktivitas SAR harus selesai sesuai informasi dari BPTG Yogyakarata. Tim yang bergerak hampir semua paham seluk-beluk Gunung Merapi khususnya di wilayah Kinahrejo
Erupsi Merapi pada 2010 hingga kini tidak hanya menyisakan material hasil letusan tetapi juga menyisakan pembelajaran sejarah bagi para pelaku kejadian. Banyak pembelajaran yang dapat dipetik dari erupsi Gunung Merapi 2010.
Di antaranya pembelajaran manajemen kebencanaan yang melibatkan berbagai pihak. Hal ini menjadi momentum penyadaran kolektif bagi pihak penanggulangan bencana sekaligus ujian ketangguhan bencana bagi masyarakat di kawasan rawan bencana. Artha Graha Peduli (AGP) sejak 2006 bersama teman-teman Jogyakarta telah membantu masyarakat di lereng Merapi untuk hidup berdampingan selaras dengan Merapi sehingga terbentuknya Komunitas Lereng Merapi
Erupsi Gunung Merapi mengingatkan nama Juru Kunci Gunung Merapi yakni Mbah Marijan. Saya sejak 2006 telah berinteraksi dengan Mbah Marijan dan banyak pelajaran yang dipetik dari beliau. Ketika awan panas sudah mendekati atap rumah beliau saat erupsi Merapi 2006 justru beliau meminta tim SAR masuk ke masjid di depan rumah beliau .
Mbah Marijan bercerita bahwa Gunung Merapi adalah salah satu ciptaan Yang Maha Pencipta sehingga kita sebagai makhluk yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta harus menyayangi Gunung Merapi sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya. Gunung api menyebabkan daerah sekitarnya subur. Melihat Merapi tidak sekadar melihat bencana namun hidup selaras dengan gunung api
Erupsi Gunung Merapi menghasilkan rahmat yakni material pasir yang sampai saat ini belum habis. Saat erupsi sudah seharusnya masyarakat menjauh namun selesai erupsi tanah menjadi subur yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat . Itulah makna hidup selaras di wilayah gunung api aktif. Tanah Indonesia terkenal subur karena sekitar 30 % gunung api aktif didunia berada di Indonesia yang secara geografis berada pada lingkar cincin api pasifik
Indonesia negara di jalur pertemuan lempeng dunia sehingga banyak terdapat rangkaian gunung api. Secara khusus, Indonesia dilewati Lingkaran Api Pasifik atau Cincin Api Pasifik yang disebut The Ring of Fire yang berpotensi lebih sering gempa bumi dan letusan gunung api. Jumlah gunung api di Indonesia yakni 129 gunung yang aktif, 79 gunung telah pernah erupsi sejak 1600), sebanyak 26 gunung dalam taraf solfatara dan furmola; 21 gunung masuk sulfatara karena tidak jelas lagi kepundanya.
Kembali pada Gunung Merapi adalah gunung api paling berbahaya di Indonesia karena frekuensi erupsi dan lereng berpenduduk padatnya. Menelan korban hampir 400 jiwa, erupsinya pada 2010. Mungkin ada yang berpendapat erupsi Merapi berikutnya mestinya sudah terjadi, walaupun tidak ada tanda-tanda awal peningkatan aktivitas atau gejolak vulkanik.
Hingga saat ini gunung api aktif di Indonesia dikelompokkan berdasarkan sejarah letusannya, yaitu tipe A (79 gunung), adalah gunung api yang pernah meletus sejak tahun 1600, tipe B (29 gunung) yang diketahui pernah meletus sebelum tahun 1600, dan tipe C (21 buah) adalah lapangan solfatara dan fumarola (Bemmelen, 1949; van Padang, 1951; Kusumadinata 1979).
Hasil kajian terhadap sebagian dari gunung api aktif memperlihatkan perbedaan karakter erupsi yang secara langsung berhubungan dengan potensi ancaman bahaya letusannya. Berdasarkan sejarah letusannya, dikombinasikan dengan karakter fisik, bentang alam puncak, struktur gunung api, dan tipe letusannya, gunung aktif di Indonesia dapat dibedakan menjadi delapan tipe, yaitu tipe Tambora 1815 (letusan kaldera), Merapi (kubah lava), Agung (kawah terbuka), Papandayan (runtuhan dinding kawah), Batur (pascakaldera), Sangeangapi (aliran lava), dan Anak Krakatau (gunung api bawah laut).
Klasifikasi gunung api dapat lebih memperjelas perbedaan karakteristik gunung api aktif sehingga dapat dipergunakan untuk mendukung mitigasi ancaman bencana gunung api, penelitian, dan pengembangan ilmu kegunungapian dan juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap gunung api aktif di Indonesia.
Keberadaan gunung api di sekitar warga tidak bisa ditolak. Yang harus dicermati yakni warga hidup di lingkaran cincin api bencana alam. Setiap saat siap harus menerima dampak dari erupsi gunung api. Bisa membaca tanda-tanda alam sebagai bagian kearifan lokal atau peringatan dini dari pemerintah sebelum erupsi gunung. Membaca kearifan lokal Mbah Marijan bahwa gunung api adalah juga ciptaan Allah. Berdamai dengan gunung api dengan siaga 24 jam untuk melakukan evakuasi.
sumber: https://republika.co.id/berita/qispmu318/10-tahun-erupsi-merapi
More Stories
Artha Graha Peduli Berikan Bibit Ikan ke SDN 01 Ancol, Dukung Ketahanan Pangan dan Makanan Bergizi Gratis
Artha Graha Peduli Salurkan Bantuan dan Pendampingan untuk Warga Rempang yang Bayinya Meninggal Akibat Infeksi
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan