November 22, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Kisah Surat Jalan Joko Tjandra

Tersangka kasus surat jalan palsu Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra (kedua kanan) berjalan saat pelimpahan tahap II, di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin (28/9/2020). Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti untuk tersangka Djoko Tjandra, Pengacara Anita Kolopaking dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk segera disidangkan. ANTARA FOTO/ Anggia P/wpa/hp.

13 Oktober 2020 , 17:31

JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang perdana terdakwa kasus hak tagih Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra Selasa (13/10). Persidangan kali ini digelar secara daring. Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di ruang sidang PN Jakarta Timur dan terdakwa Joko Tjandra berada di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.

Di sidang inilah, cerita soal surat jalan yang menyeret petinggi Polri dibeberkan. Ketua JPU Yeni Trimulyani dalam dakwaannya menceritakan, demi bisa melepaskan status dari daftar red notice interpol, Daftar Pencarian Orang (DPO) dan eksekusi jaksa, pada bulan November 2019 Joko Tjandra bertemu dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange, Malaysia.

Dalam pertemuan tersebut, Joko meminta Anita untuk menjadi kuasa hukumnya dalam menempuh upaya hukum, supaya lepas dari putusan pengadilan. Joko sendiri telah berstatus sebagai terpidana setelah Mahkamah Agung (MK) menolak Peninjauan Kembali (PK) terhadap status hukum dirinya melalui putusan No. 12 PK/Pid.Sus/2009.

Dalam putusan tersebut dijelaskan, Joko Tjandra dinyatakan bersalah dalam kasus hak tagih Bank Bali dan dijatuhi vonis dua tahun pidana penjara. Sayangnya Joko Tjandra belum sempat dieksekusi karena sudah terlebih dahulu melarikan diri.

“Saat itu saksi Anita Dewi A. Kolopaking menyetujuinya untuk dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019,” kata Yeni di dalam ruang sidang utama, PN Jakarta Timur, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur.

Selepas pertemuan tersebut, Anita langsung mendaftarkan pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada saat pendaftaran Anita tidak membawa Joko Tjandra sebagai pihak pemohon. Akibatnya permohonan tersebut ditolak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2020.

Asal tahu saja, di dalam SEMA disebutkan, pemohon harus hadir sendiri dalam mendaftarkan permohonannya. Atas dasar tersebut Joko Tjandra meminta Anita untuk mengurus semua keperluannya untuk terbang dari Malaysia ke Pontianak dan selanjutnya ke Jakarta.

“Dan untuk urusan tersebut terdakwa meminta Anita untuk menghubungi Tommy Sumardi guna mengurus kedatangannya,” ujar Yeni.

Anita juga diminta mengurus surat bebas covid-19 sebagaimana hal yang diterapkan maskapai di Indonesia bagi calon penumpang. “Terdakwa percaya kepada Tommy Sumardi mampu mengurus segala dan menyelesaikan beberapa urusan termasuk persyaratan yang menjadi kewajiban setiap penumpang,” lanjutnya.

Anita Kolopaking (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemerikaan di Gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung, Jakarta, Senin (27/7/2020). Kejaksaan Agung memeriksa Kolopaking terkait pertemuannya dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, yang diduga berkaitan penanganan perkara Djoko Tjandra. ANTARA FOTO/Indrianto Suwarso.

Coret Kabareskrim
Tommy pun langsung melancarkan aksinya dengan mengenalkan Anita kepada Kepala Korwas PPNS Bareskrim Polri yang kala itu dijabat Brigjen Pol. Prasetijo Utomo di ruang kerjanya lantai 12 Kantor Biro Korwas, Bareskrim Polri. Saat itu Anita mendiskusikan persoalan kedudukan hukum Joko Tjandra kepada Prasetijo.

Dalam pertemuan tersebut, Joko Tjandra dipastikan akan difasilitasi atau dibantu dalam menghadapi permasalahan hukumnya. Atas adanya titik terang tersebut, Joko Tjandra menghubungi Anita dan memberitahu bahwa dirinya akan datang ke segera datang ke Jakarta.

Anita lantas bertemu dengan Prasetijo untuk membicarakan rencana kedatangan Joko Tjandra. Ia meminta Prasetijo untuk menyiapkan anggota kepolisian di Pontianak. Nantinya anggota polri tersebut akan menemani Joko Tjandra mencari rumah sakit, guna keperluan kelengkapan dokumen perjalanan selama di Indonesia.

“Seperti surat rapid test bebas covid dan surat keterangan sehat. Dan oleh saksi Prasetijo dijawab ‘ada’ (anggota polri untuk Joko Tjandra),” imbuhnya.

Akan tetapi karena waktu kian mepet, Prasetijo bilang kepada Anita bahwa dirinya saja yang akan menyiapkan surat jalan dan surat keterangan rapid test untuk Joko Tjandra. Demi memuluskan rencana tersebut, Prasetijo meminta foto KTP Joko Tjandra, Anita langsung memberikannya.

Pada 3 Juni 2020 Prasetijo memerintahkan Kepala Urusan Tata Usaha Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan ke Pontianak, Kalimantan Barat dengan kepentingan bisnis. Sejurus kemudian, Prasetijo kembali meminta Dodi untuk mengubah keterangan surat tersebut dengan frasa monitoring kegiatan pandemi di Pontianak dan sekitarnya.

Setelah membaca surat tersebut, Prasetijo kembali meminta Dodi untuk menghilangkan tulisan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Bareskrim, menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS. Selain itu Prasetijo juga meminta untuk pejabat yang menandatangani surat yang sebelumnya adalah Kepala Bareskrim dicoret menjadi Kepala Korwas PPNS.

“Dan pada bagian tembusan dicoret dan atau tidak perlu dicantumkan tembusan,” jelasnya.

Akibat praktik culas tersebut, JPU menilai hal itu telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 7 Tahun 2017 tentang Naskah Dinas dan Tata Persuratan Dinas di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia. Meski dipastikan mengetahunya, kala itu Prasetijo bergeming dan tetap meminta Dodi melanjutkan pembuatan surat tersebut.

“Sudah buat saja karena Biro Korwas itu saya yang memimpin,” kaya JPU Yeni menirukan percakapan antara Prasetijo dengan Dodi.

Selanjutnya, Prasetijo kembali meminta Dodi untuk membuat surat yang sama dengan isi yang berbeda. Surat No: SJ/77/VI/2020/Rakorwas itu berisi anggota pengikut dengan identitas Anita Kolopaking dan Joko Soegiarto. Pada keterangan pangkat, Prasetijo meminta Dodi menggantinya dengan NIK.

Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian saat penandatanganan berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020).?Bareskrim Polri resmi menyerahkan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra yang buron selama sebelas tahun tersebut ke Kejaksaan Agung. ANTARAFOTO/M Risyal Hidayat.

Bebas Covid-19
Dalam mengurus surat keterangan sehat dan bebas covid, Prasetijo meminta Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan covid-19 dan ditandatangani oleh dr. Hambek Tanuhita. Dalam surat keterangan tersebut, identitas Anita dan Joko Tjandra disamarkan dengan berprofesi sebagai konsultan dan beralamat di Jalan Trunojoyo 3, Jakarta Selatan.

Setelah mendapatkan surat tersebut, Anita langsung bergerak dengan mengirimkannya kepada Rustam Suhanda selaku Direktur PT Transwisata Prima Aviation yang pesawatnya disewa oleh Joko Tjandra. Surat tersebut digunakan untuk penerbitan surat clearance ke kantor kesehatan pelabuhan wilayah kerja Halim Perdana Kusuma.

Setelah semua urusan beres, pada 6 Juni 2020, Anita, dan Prasetijo berangkat ke Bandar Udara Supadio Pontianak untuk bertemu dengan Joko Tjandra di pintu keberangkatan. Pertemuan mereka hanya sebentar karena ketiganya harus segera terbang ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta rombongan langsung menuju ke Hotel Mulia.

Berselang dua hari demi pengurusan PK-nya, Anita bertandang ke rumah Joko Tjandra di Jalan Simprug Golf 1, Jakarta Selatan. Keduanya berangkat ke Kantor Kelurahan Grogol Selatan untuk melakukan perekaman e-KTP. Setelah mendapatkan e-KTP keduanya langsung berangkat ke PN Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK atas kasus hukumnya.

Setelahnya Joko Tjandra langsung menuju Bandar Udara Halim Perdana Kusuma dengan Anita. Kepulangan Joko Tjandra juga turut diantar oleh Prasetijo hingga ke Pontianak. Selang beberapa hari, Joko Tjandra kembali meminta Anita mengurus surat jalan dan surat keterangan bebas covid, karena akan kembali datang ke Jakarta dengan maskapai komersial.

Lagi-lagi Prasetijo berperan penting dalam penerbitan surat jalan dan surat keterangan bebas covid tersebut. Akan tetapi JPU menganggap penerbitan surat jalan dan surat keterangan bebas covid tersebut cacat prosedur.

Alamat dan status pekerjaan Anita dan Joko Tjandra disurat itu salah. Selain itu tidak pernah ada pemeriksaan kesehatan dan bebas corona terhadap keduanya.

Atas dasar itu, JPU menilai penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan bebas covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar telah merugikan institusi Polri secara imateriil. Hal itu telah mencederai atau mencoreng nama baik Polri, Biro Korwas PPNS Polri, dan Pusdokkes Polri.

“Mengingat terdakwa adalah terpidana kasus terpidana korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009. Tapi seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS telah memfasilitasi perjalanan laiknya sebuah perjalanan dinas. Sehingga hal ini akan menimbulkan kesan negatif bagi Polri yang seharusnya justru membantu Kejaksaan Agung untuk menangkap terdakwa,” urainya.

Selain kerugian bagi Polri, JPU juga menyatakan telah terjadinya kerugian imateriil bagi otoritas Bandar Udara Halim Perdana Kusuma dan Bandar Udara Supadio Pontianak. Ini karena kedua insititusi tersebut dibohongi oleh surat yang tidak benar.

Atas segala perbuatan tersebut, JPU menilai hal itu adalah perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP subsider Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selepas pembacaan dakwaan, Joko Tjandra menyebut jika apa yang didakwa kan JPU tidak benar. Hakim kemudian bertanya, apakah Joko akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Joko pun menyerahkan seluruhnya pada tim penasihat hukumnya.

Penasihat Hukum Joko Tjandra Soesilo Aribowo sendiri menyatakan akan mengajukan eksepsi. Terkait poin-poin yang akan dituangkan dalam eksepsi, Soesilo menyatakan akan segera disusun secepatnya. (Dwi Herlambang)

Sumber : https://www.validnews.id/Kisah-Surat-Jalan-Joko-Tjandra-Ops