November 3, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Usai Obati Warga, Dokter Sartika Menangis

dr. Sartika Harsa memeriksa anak

dr. Sartika Harsa memeriksa anak
dr. Sartika Harsa memeriksa anak

www.sinarharapan.co

10 November 2015 19:12

siap tidur di tenda bersama warga

JAKARTA –  Nama dokter ini sama dengan nama dokter drama yang diputar di TVRI pada tahun 1980-an. Kegigihan dokter perempuan tersebut dalam mengobati penduduk di pelosok desa sangat dikagumi oleh warga. Dedikasinya kepada masyarakat tidak diragukan. Itulah kisah Dokter Sartika yang pada suatu masa sangat populer di masyarakat. Bisa saja kisah itu fiksi atau fakta.

Kini, juga ada dokter perempuan yang namanya yakni Sartika Harsa. Bedanya, dokter Sartika ini terjun ke wilayah yang terpapar asap untuk masa tertentu.  Pengalaman terjun dalam operasi kemanusiaan terhadap warga yang terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan di Kalimantan Tengah sangat berkesan di sanubari dr. Sartika Harsa, dokter dari Posko Artha Graha Peduli (AGP).  Sartika tidak bisa menahan diri yang menangis usai memeriksa dan mengobati lebih dari 500 warga Palangka Raya dan Pulang Pisau yang selama lebih tiga bulan terpapar kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut.

 “Anak-anak dan lansia paling parah dan menderita terpapar asap terus menerus dalam waktu lama. Saya trenyuh membayangkan bagaimana ke depannya mereka ini, terutama anak-anak,” kata dokter lulusan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh itu.

Sebagian warga yang diperiksa oleh Sartika dan rekannya, dr. Graz Rimba, positif terkena penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Ispa). Kabut asap mengakibatkan sejumlah anak-anak terserang penyakit asma, pneumonia, mata, dan kulit. Bahkan ada beberapa di antaranya yang terindikasi terkena Tuberkulosis (TBC).

 “Ada yang waktu diperiksa terbatuk keras. Dahaknya keciprat ke wajah saya. Tapi itulah bagian dari tugas dan risiko seorang dokter,” kata wanita kelahiran Rantau, Kuala Simpang, Aceh.

Dokter yang sebelumnya bertugas melayani kesehatan warga di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) Lampung Barat itu mengatakan anak-anak menjadi perhatian pada operasi kemanusiaan AGP di Kalimantan Tengah.

 “Mereka paling rentan terhadap bahaya kabut asap. Namun, karena anak-anak, mereka tidak menyadari adanya bahaya tersebut. Di situ saya merasa sedihnya,” ujar dokter muda kelahiran 1987 itu.

Tercatat, sedikitnya 16 warga meninggal akibat kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Mayoritas korban ialah anak berusia di bawah lima tahun.

 “Jangan ada anak-anak yang jatuh korban lagi akibat asap. Syukurlah hujan mulai turun dan kabut asap mulai berkurang di Kalimantan Tengah,” ujar dokter yang senang membaca dan traveling itu.

Sebagai dokter, ia merasa senang dan tertantang ketiga ditugaskan pimpinan untuk berangkat ke Kalimantan Tengah di saat kabut asap lagi pekat-pekatnya. Ia terbang ke Banjarmasin karena Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya ditutup akibat kabut asap. Dari Banjarmasin menggunakan angkutan darat ke Palangka Raya.

“Saya siap tidur di tenda bersama warga terpapar kabut asap,” katanya.

Yang paling mengharukan dari pengalamannya melakukan operasi kemanusiaan di Kalteng adalah ketika Tim Satgas AGP memberikan bantuan biskuit dan susu kepada anak-anak dan lansia.

“Mereka senangnya minta ampun, ada yang sampai jingkrak-jingkrak ketika dibagi susu,” pungkasnya.

sumber: http://www.sinarharapan.co/news/read/151110075/usai-obati-warga-dokter-sartika-menangis