November 5, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

TOMY WINATA: KALAU KITA SUDAH MEMBELA NAMA BAIK INDONESIA, MAKA YANG LAIN JADI MURAH

www.rmol.co

SENIN, 02 NOVEMBER 2015 , 09:22:00 WIB

RMOL. Paviliun Indonesia digagas almarhum Didi Petet dengan bendera Koperasi Pelestari Budaya Nusantara (KPBN). Pemerintah sebelumnya memutuskan tidak mengalokasi­kan APBN untuk penyelenggaraan Paviliun Indonesia di World Expo 2015. Didi mengajukan diri untuk men­gelola, dan diberi restu oleh pemerintah melalui Kemen­terian Perdagangan.

Saatpembukaan awal Mei 2015, Paviliun Indonesia belum siap dan dianggap mengecewa­kan. Kabar miring menyudut­kan nama Indonesia sampai akhirnya Didi Petet meninggal dunia. rtha Graha yang awal­nya hanya sponsor dan berperan dalam penyediaan makanan dan minuman di restaurant, berubah menjadi senior partner, yaitu menjadi penanggung jawab operasional Paviliun Indonesia bersama-sama dengan KPBN.

Berikut jawaban Artha Graha, Tomy Winata atas pertanyaan seputar Paviliun Indonesia:

Selamat ya, Paviliun Indonesia menjadi 10 besar di dunia dan peringkat 1 di Asia…
Saya rasa pencapaian ini nggak lepas dari mimpi almar­hum Didi Petet. eliau ingin membawa nama Indonesia di panggung dunia. Mudah-mudahan di alam sana beliau menyaksikan apa yang kita lakukan.

Bisa diceritakan bagaimana keterlibatan Artha Graha di Paviliun Indonesia?
Beliau (Didi Petet) merasa be­rat, terus ngajak saya ngomong. Saya bilang, kita bantu deh men­jalankan operasional lebih luas lagi. Belum selesai perumusan, beliau meninggal dunia. Oleh teman-teman diinformasikan ada amanah dari beliau saya jangan mundur. Naluri saja berjalan. Saya nggak punya pamrih aneh-aneh untuk menyelamatkan pa­vilion.

Apa sih yang mendorong Bapak untuk menyelamatkan Paviliun Indonesia?
Kenapa? karena paviliun itu namanya Paviliun Indonesia. Ada bendera merah putih, bu­rung garuda. Itu kan legitimasi bangsa dan negara. Sebagai orang Indonesia, apa kita biar­kan dilecehkan orang. Itu saja. Kita tidak mampu membuat jadi hebat, tapi berusaha untuk tidak terlalu dilecehkan orang. Kami tak punya motif apa-apa. Kami hanya tak terima jika Paviliun Indonesia dibully.

Berapa total biaya yang dike­luarkan untuk mengoperasikan Paviliun Indonesia selama enam bulan sampai penutupan?

Kami sudah tak lagi memper­hitungkan biaya. Bagi saya, na­ma baik Indonesia lebih penting dari usaha saya. Nama baik Indonesia lebih mahal daripada Artha Graha. Kalau kita sudah membela nama Indonesia, maka yang lain jadi murah. Jangankan perusahaan, saya sendiri kalau harus jadi korban, ya korban.

Kalau personil dan sumber daya manusia berapa banyak yang dikerahkan untuk mem­bantu?
Semua orang di AGN/AGP men­dukung. Saya tidak menghitung-hitung lagi. Kalau negara sudah memanggil, semua harus terpang­gil, semua harus ikut.

(Dari Media Center Artha Graha dan tim Pokja PR Milan diperoleh informasi bahwa ham­pir 90 karyawan Artha Graha diterbangkan bergiliran dari Jakarta ke Milan. Mereka ditu­gaskan menjalankan operasional paviliun Indonesia. Ada yang me­netap selama dua bulan, ada juga yang lebih dari enam bulan belum menginjakkan kaki kembali ke Indonesia. Sebelum ditugaskan di Milan, sebulan penuh mereka diberi pelatihan dan pembekalan di Discovery Hotel & Convention Ancol (DHCA) untuk menjadi duta-duta Indonesia)

Milan Expo telah ditutup, mau diapakan bangunan dan semua isi Paviliun Indonesia?
Kita mau selesaikan segera. Kita bongkar dan packing bawa pulang semua. Biayanya mulai dari pembongkaran sampai ba­rang dikirim ke Jakarta sekitar 500 ribu euro. Awalnya beberapa bagian akan dihibahkan ke pengu­saha properti asal Jerman yang ke­betulan datang ke Milan Expo dan tertarik dengan arsitektur bangu­nan Paviliun Indonesia. Itu tentu karena perlu biaya untuk bongkar dan bawa balik Jakarta. Mungkin bangun yang sama di Jakarta lebih murah dibanding ongkos bongkar di sini. namun, rencana hibah batal.

(Informasi dari pengelola Paviliun Indonesia menyebutkan pengusaha Jerman yang awalnya ingin membuat restoran dari sebagian material di Paviliun Indonesia tertimpa musibah kebakaran sehingga tak bisa melanjutkan rencana bisnisnya)

Saat penutupan bapak me­makai baju batik Didi Petet? Dari mana dapat baju itu?

Kemeja itu diberikan istri Didi Petet Uce Sriasih saat berkunjung ke Paviliun Indonesia pertengah­an Oktober 2015. Katanya itu ke­meja batik kesayangan Mas Didi. Waktu itu, Ibu Uce titip pesan, mudah-mudahan saya berkenan memakai. Saya bilang, pada acara selamatan penutupan pasti saya pakai. Itu ceritanya. ***

sumber: http://www.rmol.co/read/2015/11/02/223016/Tomy-Winata:-Kalau-Kita-Sudah-Membela-Nama-Baik-Indonesia,-Maka-Yang-Lain-Jadi-Murah-