November 3, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Sengketa Pelabuhan Marunda Karut Marut, Pemerintah Diminta Turun Tangan

 

indopos.co.id – Kisruh Pelabuhan Marunda hingga kini masih belum ada penyelesaian. Kasus hukumnya kini telah dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA) dan masih menunggu putusan. Pemerintah pun diminta turun tanggan oleh salah satu pihak yang bersengketa.

Sejatinya, pemerintah, telah membentuk Pokja IV yang bertugas, untuk menyelesaikan pekerjaan di Tanjung Priok. Kelompok kerja itu juga sudah merekomendasikan beberapa hal, agar proyek yang masuk dalam proyek strategis nasional ini bisa rampung. Namun, Menko Perekonomian sekaligus Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Darmin Nasution, enggan berkomentar saat ditanya awak media mengenai penyelesaian sengketa Pelabuhan Marunda. ”Waduh, maaf saya harus pergi,” katanya singkat menjawab pertanyaan wartawan di Kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Kini, kedua pihak yang bersengketa antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dan PT Kawasan Berkat Nusantara (KBN), saling tuding kesalahan. Sebagai pengelola Pelabuhan Marunda, PT KCN dituding menggelapkan data. Investasi PT Karya Tehnik Utama (KTU) untuk pembangunan Pelabuhan Marunda dituding tidak sampai triliunan, melainkan hanya Rp588 miliar.

Menanggapi hal tersebut, PT KCN menegaskan tudingan tersebut adalah pembohongan publik. “Apa yang dikatakan PT KBN bahwa investasi PT KTU pada PT KCN tidak sampai triliunan melainkan hanya Rp588 miliar adalah pembohongan publik. Karena nilai Rp588 miliar adalah nilai dermaga pier 1 yang saat itu masih dalam tahap pembangunan 30 persen,” kata Kuasa Hukum PT KCN Juniver Girsang kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Juniver menyatakan, nilai Rp588 miliar itu juga telah disepakati bersama PT KTU sebagai nilai yang menjadi dasar perhitungan pembagian komposisi saham di PT KCN, jika PT KBN akan meningkatkan porsi sahamnya menjadi 50 persen. ”Jadi angka Rp588 miliar itu bukan nilai seluruh investasi PT KTU untuk membangun keseluruhan pembangunan dermaga Pier 1,2, dan 3,” tegas Juniver Girsang.

Lebih lanjut dia menyebutkan, pada 2012 PT KTU baru dapat melakukan pembangunan Pier 1 yang baru dibangun 30 persen. Dalam kondisi tersebut, PT KBN kemudian meminta dilakukan peningkatan porsi sahamnya di PT KCN menjadi 50,5 persen yang kemudian ditolak PT KTU. Alasannya karena tidak mau ada uang negara masuk ke dalam perusahaan.

Sebab, proyek belum selesai dan tidak ingin nantinya di politisasi bahwa seolah-olah PT KTU hanya ’broker’ yang mencari keuntungan, serta menjaga nama baik di perbankan, serta PT KBN. Sekaligus tidak ingin mengubah seluruh konsep perjanjian yang telah disepakati 8 tahun sebelumnya.

Pada 2014, PT KTU akhirnya menyetujui untuk mengubah komposisi saham PT KCN. Yakni 50 persen milik PT KTU, setengahnya lagi milik PT KBN yang dituangkan dalam Addendum III melalui perjanjian kerja sama. ”Sebagai dasar perhitungan untuk dapat menentukan nilai setoran modal yang harus dilakukan PT KBN atas peningkatan porsi saham itu, maka disepakati bahwa nilai investasi yang telah dikeluarkan PT KTU untuk membangun 30 persen dermaga Pier 1 adalah Rp 588 miliar,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi juga menuturkan, pada 2014, PT KTU menyetujui untuk mengubah komposisi saham PT KCN. Jaksa pengacara negara terangnya, turut berperan sebagai mediator dalam perubahan perjanjian kerja sama antara PT KBN dan KTU. Alhasil terjadilah perubahan komposisi saham PT KCN. ”Konsep dalam Addendum III itu, PT KBN harus turut menyetor modal. Dan dapat terjadi delusi jika salah satu pihak tidak melakukan setoran modal. Pada saat itu, kesepakatan para pihak secara B to B (Business to Business) atas nilai pembangunan dermaga Pier I yang masih 30 persen adalah sebesar Rp 588 miliar. Kemudian dibagi menjadi dua yakni masing-masing 50 persen,” urai Widodo.

Dengan demikian, maka kedua pihak masing-masing wajib menyetorkan modal sebesar RP 294.117.647.058 ke dalam PT KCN. ”Ternyata kemudian PT KBN mengajukan permohonan untuk menyetorkan modal sebesar 35 persen yaitu Rp 205.885.337.058. Karena pihak PT KBN menilai bibir pantai sepanjang 1.700 meter sebesar 15 persen yakni Rp 88.235.310.000,” ujar Widodo.

Menurut Widodo, PT KBN juga mengajukan penundaan setoran modal. Di mana PT KTU memberikan kelonggaran waktu selama 15 bulan hingga 20 Desember 2015. ”Hingga akhir batas waktu penyetoran modal, ternyata PT KBN tidak menyetor sisa modal yang wajib disetor. Dengan demikian PT KBN dinyatakan wanprestasi dalam memenuhi isi perjanjian Addendum III tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum PT KBN, Hamdan Zoelva menyatakan, segala upaya hukum yang dilakukan kliennya adalah dalam rangka menyelamatkan aset negara yang ingin direbut oleh swasta. Diketahui, saham PT KCN terdiri dari PT KBN 15 persen dan PT KTU sebanyak 85 persen. Pemilik PT KTU adalah pengusaha bernama Wardono Asnim. ”Apa yang dilakukan direksi PT KBN Persero sekarang ini adalah menjaga agar aset negara tidak dikuasai dan dimiliki secara tidak sah oleh swasta,” kata Hamdan dalam Konpers di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Hamdan menyatakan, penting bagi PT KBN mengklarifikasi informasi yang salah yang sengaja dibuat untuk menyudutkan kliennya. ”Ada tuduhan menyebutkan PT KBN menggangu investasi swasta, Wardono Asnim berteriak meminta bantuan agar melindungi usahanya. Padahal hal itu hanyalah kedok untuk mengambil aset negara secara tidak sah,” tegas dia. PT KBN, kata Hamdan, tetap membuka kerja sama dengan pihak swasta untuk berinvestasi. ”PT KBN akan tetap mendorong swasta yang beritikad baik,” sambung dia. Saat ini, sengketa tersebut masih tahap kasasi dan menunggu putusan MA. (ibl)

Sumber : https://indopos.co.id/read/2019/08/28/190294/sengketa-pelabuhan-marunda-karut-marut-pemerintah-diminta-turun-tangan/