November 21, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Minggu, 19 Sep 2021 21:12 WIB

Jakarta – Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) kembali menjadi bahan perbincangan publik. Proyek ini kembali mencuat setelah disinggung oleh Menteri Koordinator Perekonomian era 2009-2014 Hatta Rajasa.

Dia menjelaskan peran penting dari adanya JSS. Salah satunya bisa mendukung keberadaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

“Potensi (Tol Trans Sumatera) ini akan lebih optimal apabila Jembatan Selat Sunda dibangun sehingga akan mendorong migrasi industri di Jawa yang padat menuju ke Sumatera. Migrasi ini akan berdampak munculnya kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Dengan demikian maka kita dapat mengatasi ketimpangan spasial antara wilayah,”

Memang wacana dari proyek ini sudah lama terkubur. Berdasarkan catatan detikcom, konsep infrastruktur penghubung Pulau Jawa dan Sumatera tersebut muncul sejak tahun 1960 oleh seorang profesor konstruksi Indonesia.

Konsultan JSS, Wiratman Wangsadinata mengatakan pada periode 1960-an, seorang profesor bernama Sedyatmo mencetuskan konsep Tri Nusa Bimasakti, atau interkoneksi antar tiga pulau yakni Jawa-Sumatera-Bali.

“Profesor Sedyatmo dalam orasinya di ITB yang pertama kali mengemukakan Tri Nusa Bimasakti. Interkoneksi antara tiga pulau, Bali-Jawa-Sumatera untuk menjadikan itu sebagai satu kesatuan ekonomi. Tapi belum mengatakan itu jembatan,” kata Wiratman saat acara Simposium Arsitektur Jembatan Selat Sunda, di Hotel Bidakara, 5 September 2013.

Tak lama berselang, sekitar tahun 1965, Profesor Sedyatmo menuangkan ide untuk membuat terowongan terapung yang membentang pada ketiga pulau tersebut, namun wacana itu tidak terealisasi.

“Tahun 65 jurusan teknik sipil ITB, berpartisipasi mengikuti pameran di gedung pola Jakarta, dan di situ dipamerkan maket mengenai Jembatan Selat Sunda. Pada saat itu teknologi jembatan masih sangat sederhana dalam maket ini pun bentangannya 1.200 meter (1,2 km),” katanya.

Tahun silih berganti, ide tersebut pun tidak tersalurkan. Barulah pada tahun 1986, Presiden Soeharto menugaskan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) untuk mengkaji Tri Nusa Bimasakti.

“Untuk lebih intensif lagi, dicarilah dana dari JICA (Badan Kerja Sama Internasional Jepang) dari tahun 1988-1992. Di situ diadakan sendiri kemungkinan jembatan, terowongan, dan sebagainya,” papar Wiratman.

Lantaran akan dibiayai oleh JICA, pada saat itu, proyek tersebut fokusnya masih berkiblat pada Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang yang kini mencatatkan sebagai jembatan dengan bentang tengah terpanjang di dunia, yakni 1,991 km.

Kemudian pada tahun 1993, Profesor Wiratman mengusulkan untuk mengkaji proyek jembatan yang sama di Eropa karena sedang digaungkan proyek Jembatan Messina di Italia dengan bentang tengah 3,3 km.

“Pada tahun 1997, saya ditugaskan Pak Habibie untuk mengkaji kemungkinan ada jembatan ultrapanjang di Selat Sunda,” katanya.

Dari situlah studi untuk mega proyek ini dilakukan. Menginjak tahun 1998, studi sempat terhenti karena Indonesia dilanda krisis. Kemudian, rencana itu dilanjutkan pada tahun 2004, diprakarsai oleh Pemprov Banten dan Lampung bersama dengan Artha Graha

“Terhenti sampai 2004, Tomy Winata (Artha Graha) mengajak saya untuk menghidupkan kembali pembangunan JSS. Sejak itulah kami melakukan semacam perjalanan keliling ke Pemda Banten, Lampung dan berbagai instansi untuk mendorong percepatan pembangunan JSS itu,” jelasnya.

Gubernur Banten yang kala itu dijabat oleh Ratu Atut Chosiyah menyerahkan hasil pra studi kelayakan Jembatan Selat Sunda di Hotel Borobudur, Jakarta pada 13 Agustus 2009.

Dari hasil pra studi kelayakan diungkapkan bahwa rencana pembangunan jembatan Selat Sunda yang rencananya dibangun mulai 2009-2010 ini menelan biaya Rp 100 triliun. Oleh karena itu pemerintah bekerja sama dengan swasta untuk pembiayaannya.

“Menurut studi kelayakan yang telah kita saksikan bersama, untuk pertanyaan berapa anggaran atau budget untuk proyek ini, kurang lebih Rp 100 triliun. Tetapi itu untuk infrastruktur pembangunan jembatan yang kurang lebih 29-30 km. Namun, lahan yang akan dikembangkan dalam kedua provinsi itu belum termasuk,” tutur Atut.

Dalam pembangunan jembatan tersebut, pemerintah daerah yakni Banten dan Lampung menggandeng pihak swasta yang dikoordinir oleh Artha Graha. Rencananya jembatan ini selesai pada tahun 2020. Proyek tersebut menjadi salah satu prioritas pemerintah karena dalam 10 tahun ke depan sejak 2009 diperkirakan pelabuhan Bakauheni dan Merak tidak akan mampu lagi menampung penyeberangan.

Namun, memasuki tahun 2009 hingga 2010 belum juga ada kepastian Jembatan Selat Sunda akan dibangun. Sampai akhirnya pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).

Tadinya lewat Perpres 86/2011, ditargetkan peletakan batu pertama atau groundbreaking Jembatan Selat Sunda dilaksanakan pada tahun 2014. Tapi seiring waktu berjalan tetap saja belum ada perkembangan.

Lucky Eko Wuryanto, saat menjabat Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Perekonomian kala itu mengatakan proyek JSS sedang dalam proses pembentukan Badan Pelaksana (Bapel). Itu merupakan kelanjutan dari keputusan pada Perpres. Ketua Bapel akan dipilih oleh tim nasional.

“Bapel itu belum ada, untuk bisa diusulkan itu harus dilihat kriterianya. Saya nggak tahu apa perlu proper, nah setelah terpilih maka ada Keppres, dan nanti dia memilih deputinya dan orangnya dia,” ujar Lucky di kantornya, Jakarta, Selasa (4/3/2014).

Masa pergantian kepemimpinan presiden pun semakin dekat. Beberapa proyek strategis yang belum berjalan oleh pemerintahan SBY akan diserahkan kepada pemerintahan baru. Ada total 25 proyek yang belum tuntas, yang salah satunya adalah pembangunan Jembatan Selat Sunda(JSS).

“Dari total 40 proyek, sebanyak 15 proyek akan dilaksanakan pemerintah sekarang. Sisanya akan direkomendasikan ke pemerintah baru. Salah satunya Jembatan Selat Sunda (JSS),” kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas kala itu Dedy S. Priatna di kantornya, Jakarta pada 22 Agustus 2014.

Namun, saat Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan estafet kepemimpinan sebagai Presiden, dirinya tak melanjutkan proyek Jembatan Selat Sunda. Hal itu diungkapkan oleh Andrinof Chaniago pada Oktober 2014 yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.

“Sampai sekarang tak pernah ada pernyataan dari Bapak Presiden akan memajukan itu ke dalam program proyek infrastruktur,” tuturnya 31 Oktober 2014 lalu.

Dia kembali menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi belum berniat membangun mega proyek Jembatan Selat Sunda. Jembatan ini sedianya menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera melalui Banten dan Lampung.

“JSS kita ganti dengan perbaikan dermaga yang rusak. Kita beli kapal yang layak,” kata Adrinof 25 Maret 2015.

Sejak saat itu mimpi terbangunnya Jembatan Selat Sunda terkubur dan tak pernah muncul wacana tersebut dari mulut pemerintah. Akankan wacana lama tersebut dapat direalisasikan dikemudian hari?

Sumber : https://finance.detik.com/infrastruktur/d-5730704/riwayat-panjang-proyek-jembatan-selat-sunda-yang-akhirnya-disetop