20 April 2020
PROPERTY INSIDE – Perusahaan pengelola kawasan bisnis Sudirman Central Business District (SCBD), PT Danayasa Arthatama Tbk, resmi mengundurkan diri sebagai emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai Senin (20/4).
BEI sendiri telah meberi persetujuan yang diumumkan 17 April lalu melalui surat yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI.
“Bursa dapat menyetujui penghapusan pencatatan efek PT Danayasa Arthatama Tbk dengan kode perdagangan SCBD dari Bursa Efek Indonesia efektif pada hari Senin tanggal 20 April 2020,” tulis BEI seperti dilansir Katadata.co.id.
Proses delisting itu merujuk pada surat Pengumuman Bursa pada 16 Juli 2019 mengenai suspensi saham SCBD serta surat surat yang disampaikan SCBD pada 3 April 2020 perihal permohonan penghapusan pencatatan (voluntary delisting).
Otoritas bursa lantas menyetujui delisting itu, setelah terpenuhinya persyaratan dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pencatatan No I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Saham Kembali (Relisting).
Dengan dicabutnya status SCBD sebagai emiten, maka perusahaan kini tak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Namun, apabila perseroan ingin kembali mencatatkan sahamnya di Bursa, maka proses pencatatan saham dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Seperti diketahui, PT Danayasa Arthatama Tbk adalah pengelola kawasan bisnis Sudirman Central Business District (SCBD) yang menjadi emiten selama 18 tahun itu, merupakan perusahaan di bidang properti dan real estate yang bergabung dalam Grup Artha Graha, milik pengusaha Tomy Winata.
Perusahaan ini pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya (sekarang BEI) pada 19 April 2002 dengan melepas 100 juta unit saham ke publik. Dengan harga penawaran Rp 500 per saham, SCBD saat itu mampu meraup dana segar senilai Rp 50 miliar.
Titik awal perjalanan bisnis perusahaan saat membangun kawasan SCBD dengan masterplan yang disusun pada periode 1987 hingga 1992. Setahun setelah proyek selesai, perusahaan mentransformasi lahan seluas 45 hektar di jantung Segitiga Emas Jakarta menjadi kawasan SCBD.
Gedung perkantoran pertama yang selesai dibangun di kawasan SCBD, yaitu Gedung Artha Graha pada 1995. Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) selesai dibangun tiga tahun setelahnya dan hingga kini masih menjadi pusat perdagangan saham di dalam negeri
Selain gedung-gedung perkantoran, SCBD juga merupakan kawasan hunian dan pusat perbelanjaan. Seperti pada periode 2004-2006, Apartemen SCBD Suites dan Capital Residence selesai dibangun. Sementara periode 2007-2011, One Pacific Place (retail, hotel, dan apartemen eksklusif) dan Equity Tower selesai dibangun.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, triwulan III 2019, Danayasa berhasil membukukan laba bersih senilai Rp 33,5 miliar. Sayangnya, laba bersih tersebut turun hingga 29,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 47,53 miliar.
Penurunan laba bersih tersebut, salah satunya disebabkan oleh turunnya pendapatan usaha perusahaan sebesar 2,41% secara tahunan. Hingga triwulan III-2019, SCBD mengantongi pendapatan senilai Rp 774,01 miliar, sedangkan periode yang sama tahun sebelumnya bisa mengantongi Rp 793,16 miliar.
Sumber : https://www.propertyinside.id/2020/04/20/perjalan-bisnis-scbd-perusahaan-properti-tomy-winata-yang-undur-diri-dari-bursa/
More Stories
Grand Re-opening Store Electronic City SCBD, Sekaligus Rayakan Perjalanan ke-23 Tahun
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Artha Graha Peduli Gelar Upacara HUT ke-79 Republik Indonesia Dipusatkan di SCBD