20 Juli 2020
Sebelum diadakan pemilu pertama zaman Orde Baru, berbagai persiapan dilakukan untuk menarik keikutsertaan calon pemilih. Semakin banyak yang datang memilih, tentu akan menjadi kesuksesan penyelenggara pemilu.
“Untuk lebih memantapkan serta menggairahkan Pemilihan Umum, maka perlu digubah lagu Pemilihan Umum,” tulis Lembaga Pemilihan Umum dalam buku Pemilihan Umum 1971, Volume 1 (1973: 136).
Sebuah kepanitiaan untuk menjaring mars pemilu pun dibentuk. Kepala Studio RRI Atmoko menjadi penasihatnya, sedangkan Raden Adrianus Josephus Sudjasmin, perwira urusan musik di Kepolisian dan penulis lagu, menjadi ketua panitianya. Anggotanya antara lain: Iskandar, Adi Dharma, Isbandi, Victor Tobing, Asmadi. Sementara duduk dalam jajaran dewan juri adalah Gitomartojo, EL Pohan, Wienaktu, Kolonel Ibnu Saleh, dan Drs. Istowo.
Beberapa lagu diterima panitia. Setelah dewan juri bekerja, maka lagu pemilu yang dipilih adalah gubahan Mochtar Embut. Lagu yang dipilih itu pun menjadi lagu resmi pemilu yang dikenal sebagai “Mars Pemilu”.
Lagu tersebut berkumandang di masa-masa pemilu selama era Orde Baru. Untuk lagunya itu, Mochtar Embut mendapat piagam penghargaan bertanggal 12 September 1970 dari Menteri Dalam Negeri yang merangkap Ketua Lembaga Pemilihan Umum. Di tahun 1970, Menteri Dalam Negeri dijabat Jenderal Amirmachmud.
Meski telah ada “Mars Pemilu” versi Nortier Simanungkalit yang ramai diperdengarkan setelah 1999, “Mars Pemilu” versi Mochtar Embut tetap diingat. Band Slank bahkan membawakan ulang lagu itu dalam irama rock.
Jago Piano & Bikin Lagu
“Mars Pemilu” dibuka dengan permainan piano. Maklum, Mochtar Embut dikenal sebagai pemain piano. Sejak umur lima tahun dia sudah belajar memainkannya. Dia autodidak dalam belajar musik dan bukan hasil sekolah khusus musik. Misbach Yusa Biran dalam Kenangan Orang-orang Bandel (2008: 147) menyebut di zaman Sukarno jadi presiden, Mochtar pernah satu panggung dengan Idris Sardi si Biola Maut, Said Kelana Si Terompet Maut, dan Sam Saimun si penyanyi yang kondang di zamannya dalam sebuah pertunjukan di Senen, Jakarta. Pertunjukan tersebut dipadati pengunjung, bahkan tidak sedikit orang datang tanpa tiket.
Bersama adiknya, Sjafii Embut, Mochtar numpang lahir di Makassar pada 5 Januari 1934. Ayahnya, Embut, yang musisi dan ibunya, Sukinah, yang penari balet sedang terdampar di Makassar karena ikut Opera Miss Riboet. Embut bisa memainkan biola, klarinet, dan saksofon.
Seperti Mochtar, ayahnya juga pencipta lagu. Buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982 (1981: 147) mencatat, “banyak lagu ciptaan Embut disangka sebagai karya anaknya, Mochtar. Misalnya, lagu Karena Janji.”
Ayah Mochtar mengembuskan napas terakhir ketika meniup klarinet dalam sebuah pertunjukan pada 1956 di lapangan udara Kemayoran. Adik Mochtar, Sjafii, juga musisi yang suka pada alat gesek dan tiup. Sjafii mengaku pernah diajak main film oleh Slamet Rahardjo sebagai pemeran utama, namun tawaran itu tinggal tawaran karena Sjafii lebih memilih main musik sesuai kontrak di Hotel Borobudur. Bersama adiknya pula Mochtar tergabung dalam sebuah kuintet yang hingga 1965 kerap meramaikan musik di RRI Jakarta.
Mochtar Embut, menurut Pranajaya, adalah “komposer terbesar setelah Cornel Simandjuntak.” Seperti dicatat dalam Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982, lagu-lagunya yang lembut punya melodi yang khas. Bedanya, Cornel Simanjutak (1921-1946) lebih dipengaruhi gereja, sementara Mochtar terasa lebih dekat dengan rakyat. Baik Cornel dan Mochtar, menurut Binsar Sitompul, “punya bakat yang besar.”
Seperti dicatat Apa dan Siapa, Mochtar Embut menulis banyak lagu, setidaknya 100 lagu yang mewakili sebuah masa tatkala musik pop Indonesia belum merajalela. Sebelum 1970, Mochtar Embut membuat lagu percintaan. Sejak usia 16 tahun dia sudah menulis lagu. Di usia itu dia merampungkan komposisi permainan piano pertamanya, “Percakapan dengan Alam”.
Sebagai komponis, Mochtar pernah menciptakan lagu untuk gadis yang dipuja sekaligus membuatnya patah hati, “Salam Mesra Buat Halmahera”. Si gadis kelahiran Bogor itu, ketika berada di Semarang, tinggal di Jalan Halmahera. Sukinah kerap menawarkan jodoh untuk Mochtar, namun Mochtar tak menyambutnya dengan semangat. Mochtar sendiri sudah dilangkahi Sjafii yang sudah menikah.
Lagu “Salam Mesra Buat Halmahera” pernah dibawakan Koes Hendratmo dengan iringan band Dharma Putra Kostrad asuhan Kolonel Sofjar. Selain “Salam Mesra Buat Halmahera”, lagu menye-menye lain yang diciptakan Mochtar antara lain “Di Wajahmu Kulihat Rembulan”, “Tiada Bulan di Wajah Rawan”, “Di Sudut Bibirmu”, dan “With The Deepest Love From Jakarta”.
Lagu terakhir diapresiasi dalam festival lagu pop di Jepang. Lagu itu diperdengarkan di bawah iringan Orkes Simfoni Tokyo dengan Mochtar sebagai dirigennya. Dalam Konfrontasi Ganyang Malaysia, Mochtar Embut melibatkan diri dengan mencipta lagu “Dari Rimba Kalimantan Utara”.
Mochtar pernah menyusun buku Kumpulan Lagu Populer I yang memuat 27 lagu rakyat dan 9 lagu Barat. Mochtar mengaku, “dengan buku ini saya bermaksud mengetengahkan kepada dunia luas bahwa Indonesia juga memiliki lagu-lagu rakyat yang cukup berbobot.”
Di usia yang belum 40, Mochtar Embut sudah kena penyakit liver dan kanker hati hingga harus terbaring di Rumah Sakit Umum Borromeus, Bandung. Di kota kembang inilah Mochtar Embut tutup usia pada 20 Juli 1973. tepat hari ini 47 tahun lalu. Mochtar dimakamkan di Pemakaman Karet, Jakarta.
Sumber : https://tirto.id/mochtar-embut-menggairahkan-pemilu-lewat-lagu-fP7Y
More Stories
Perayaan Tahun Baru 2025 : Hotel Borobudur Jakarta Akan Hadirkan Ungu
Hotel Borobudur Jakarta Gelar “Discover Art & Batik Selama 1 bulan
Hotel Borobudur Jakarta Merayakan Kemerdekaan Indonesia ke-79