www.rmol.co
Kamis, 13 Agustus 2015 , 09:00:00 WIB
RMOL. Ruko tiga lantai yang bernomor 36 di Blok B Puri Sentra Niaga, Jalan Kalimalang, Jakarta Timur itu tampak tak terawat. Cat dindingnya kusam. Di beberapa bagian mengelupas. Di plafon luar lantai dasar terlihat ada bekas rembesan air. Di lantai tiga, plafonnya jebol. Kayu tripleks yang telah menghitam, menjuntai.
Lampu luar ruko ini dibiarkan menyala meski hari sudah siang. Dua pintu kaca di sudut untuk masuk ke dalam tertutup rapat. Pintu masuk itu dilapis rolling door model terali. Begitu juga kaca-kaca di dinding lantai dasar.
Tak ada plang nama perusahaan yang menempati ruko ini. Di dinding luar lantai ada hanya logo bergambar burung rajawali terbang di atas bola dunia. Bola dunia itu di kelilingi padi dan kapas yang disatukan pita. Di pita itu terdapat tulisan “Penas”.
Bidang usaha perusahaan yang menempati ruko bisa diketahui dari plang yang dipasang di samping logo. Bergerak di bidang survai dan pemetaan, konsultansi survai dan pemetaan, serta charter pesawat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, alamat ruko inilah yang didaftarkan sebagai kantor PT Survai Udara Penas (Persero). PT Survai Udara Penas adalah salah satu badan usaha milik negara (BUMN).
Belum lama, Kementerian Perhubungan mencabut izin operasi enam maskapai penerbangan. Salah satunya PT Survai Udara Penas.
Ruko yang didaftarkan sebagai alamat kantor BUMN itu terlihat tak ada aktivitas. Dari luar terlihat beberapa mesin AC masih terpasang di dinding lantai dua maupun di atap. Mengintip dari pintu kaca berwarna gelap, juga tak terlihat ada aktivitas. Lobby kantor ini nyaris kosong. Hanya ada meja dan kursi di pojok kiri.
“Coba diketok-ketok dulu, siapa tahu ada orangnya. Soalnya walau ada orang, biasanya memang kelihatan sepi,” ujar Dodi, salah seorang pegawai di ruko nomor 35. Ruko tempatnya bekerja persis di sebelah ruko PT Survai Udara Penas.
Ia mengungkapkan, rolling door model terali yang menutupi pintu masuk dan kaca dinding lantai dasar ruko ini tertutup rapat sejak beberapa bulan lalu. Tapi beberapa kali melihat masih ada pegawai yang bekerja di ruko itu. “Sebelumnya, rolling door tidak sampai menutupi pintu penuh,” tuturnya.
Selama ini, Dodi tak melihat ada pengosongan ruko ini jika PT Survai Udara Penas akan pindah kantor. “Saya hampir setiap hari ke sini. Tidak pernah lihat (pengosongan),” katanya.
Rakyat Merdeka mencoba mengontak nomor telepon PT Survai Udara Penas yang dicantumkan dalam identitas maskapai di Kementerian Perhubungan. Beberapa kali dikontak, tak ada yang mengangkat telepon.
PT Survai Udara Penas memusatkan pesawatnya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Kantornya operasionalnya berada di apron selatan. Petugas otoritas bandara tak mengizinkan masuk karena berada di kawasan terbatas. Staf bagian informasi bandara yang ditemui tidak tahu, apakah kantor perusahaan itu tersebut masih beroperasi atau tidak.
Seperti diketahui, Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan mencabut izin operasi atauAir Operator Certificate (AOC) enam maskapai. Izin dicabut karena maskapai itu tak mentaati UUNomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
UUitu mengamatkan badan usaha penerbangan berjadwal wajib mempunyai 5 pesawat milik sendiri dan 5 pesawat dikuasai alias sewa. Sedangkan untuk badan usaha penerbangan tidak berjadwal minimal harus mempunyai 1 pesawat milik dan 2 pesawat dikuasai.
Keenam maskapai itu tidak mampu membuktikan syarat minimal kepemilikan pesawat. “Hingga saat ini tidak pernah tercatat memiliki pesawat, tidak pernah membuktikan misalnya dia leasing atau sewa, nggak pernah ada,” kata Jonan.
“Per 1 Agustus sudah dicabut AOC-nya (izin operator penerbangan) dan dalam jangka waktu satu bulan surat izin usaha penerbangan (SIUPP) akan ikut dicabut,” lanjut dia.
Izin yang dicabut itu merupakan AOC 135 untuk maskapan tidak berjadwal dan carter. Sertifikat ini diberikan kepada maskapai yang mengoperasikan pesawat berkapasitas di bawah 30 tempat duduk atau maskapai tidak berjadwal.
Enam maskapai yang dicabut izinnya yakni Asco Nusa Air, Air Maleo, Manunggal Air Service, Nusantara Buana Air, Survai Udara Penas dan Jatayu Air.
Meski Survai Udara Penas berstatus BUMN, Kementerian Perhubungan tak pandang bulu. “Kemenhub itu kan regulator. Regulator tidak membedakan apakah maskapai itu BUMN atau swasta. Pokoknya kalau dia tidak memenuhi regulasi penerbangan ya harus kita tindak,” tukas Jonan.
Selain mencabut izin operasi 6 maskapai, Kemenhub juga mengawasi 13 maskapai berjadwal dan carter yang bermodal negatif. Maskapai tersebut adalah Indonesia AirAsia, Batik Air, Trans Wisata Prima Aviation, Istindo Services, Survai Udara Penas, Air Pasifik Utama, John Lin Air Transport, Asialink Cargo Airline, Ersa Eastern Aviation, Tri MG Intra, Nusantara Buana, Manunggal Air, dan Cardig Air.
Semua maskapai tersebut telah diberi batas waktu hingga 31 Juli 2015 untuk menyuntikkan dana segar agar modalnya kembali positif. Namun sampai batas waktu berakhir hanya Batik Air yang telah memenuhi permintaan Kemenhub.
Kini tinggal 12 maskapai bermodal negatif diawasi selama 3 bulan ke depan, di mana izin operasi akan dicabut jika mengabaikan aspek keselamatan selama pengawasan atau tidak ada perbaikan kinerja keuangan setelah 31 September 2015.
Kementerian BUMN Pastikan Keuangan PT Survai Tidak Baik
Tak Kaget Sedikitpun
Kementerian BUMN tidak keberatan dengan dicabutnya izin operasi maskapai atau Air Operator Certificate (AOC) PT Survai Udara Penas (Persero). Kementerian melihat hal tersebut sebagai bentuk kepatuhan pemerintah terhadap undang-undang.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius K menyatakan, pihaknya tidak kaget dengan keputusan Kemenhub, dan memahami sepenuhnya alasan pencabutan AOC ini.
“Ini bukan hal yang mengagetkan. Penyebab cashflow Survai Udara Penas tidak baik merupakan akumulasi selama bertahun-tahun. Bukan terjadi sebulan yang lalu,” ungkapnya.
Menurut Aloysius, Survai Udara Penas saat ini tengah masuk ke dalam program restrukturisasi yang dijalankan Kementerian BUMN bagi perseroan yang dianggap memiliki kinerja kurang baik.
Dalam waktu dekat, Kementerian BUMN akan berkoordinasi dengan Kemenhub, untuk membicarakan proses restrukturisasi Survai Udara Penas. “Kami akan bahas bagaimana kemungkinannya, berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,” jelas dia.
Dia menambahkan, Kementerian BUMN memiliki dua opsi bagi Survai Udara Penas. Pertama, restrukturisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua, Survai Udara Penas akan keluar dari bisnis penerbangan apabila memang tidak memungkinkan untuk direstrukturisasi.
“Pastinya semua keputusan akan mempertimbangkan nasib karyawan dan tidak akan melanggar peraturan yang berlaku,” tandasnya.
Batal Diakuisisi BUMN Lain, Akhirnya “Disapih” PPA
PT Survai Udara Penas, atau lebih dikenal dengan nama Penas, lahir pada tanggal 31 Mei 1961. BUMN ini awalnya didirikan untuk memenuhi kebutuhan potret udara dan peta, terutama untuk keperluan militer.
Asal mula berdirinya perusahaan tersebut adalah, karena maraknya Kegiatan pemotretan udara setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saat itu kegiatan tersebut dilakukan oleh AURI (Skuadron Pemotretan Udara), dengan menggunakan peralatan peninggalan tentara Jepang.
Pada dekade limapuluhan, usaha pemotretan udara berkembang sehingga dibentuklah Lembaga Aerial Survey (LAS). Selanjutnya, di era tahun enampuluhan, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 197 tahun 1961, dimana status badan usaha ini meningkat menjadi Perusahaan Negara (PN) dengan nama Perusahaan Negara Aerial Survey, disingkat PENAS. Sejak saat itulah lahir nama PENAS yang hingga saat ini nama tersebut menjadi trademark perusahaan.
Pada awal berdiri perusahaan ini cukup bergengsi. Gaji pegawainya besar. Bahkan bisa disejajarkan dengan PT Telkom. Pada saat itu, peralatan untuk melakukan pemetaan udara yang dimiliki perusahaan ini tergolong paling canggih.
Masa keemasan itu telah berlalu. Perusahaan ini kalah bersaing dengan swasta yang menawarkan harga lebih murah. Juga kalah canggih dari segi teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir kegiatan usahanya hanya menyewakan pesawat dan jasa konsultasi.
Akibatnya, perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan. Keuangan PT Survai Udara Penas berdarah-darah karena terus merugi. Pada 2009 rugi Rp 5,09 miliar. Pada 2010 kerugian ditekan jadi Rp 2,13 miliar. Total hutang Penas pada 2011 adalah sebesar Rp 16,8 miliar.
Imbasnya, karyawan perusahaan plat merah ini terus berkurang. Pada tahun 2000, perusahaan ini memiliki 100 karyawan. Namun 11 tahun kemudian, karyawan perusahaan tersebut tinggal 29 orang. Banyak karyawan yang hengkang lantaran gaji sering telat dibayarkan. Mereka yang bertahan memilih nyambi kerja di tempat lain.
Pada tahun 2011, pemerintah lewat PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sempat menyuntikan dana ke perusahaan plat merah tersebut. Namun pada 2012, Kementerian BUMN berencana menghentikan suntikan dana kepada perusahaan negara “dhuafa”.
Sebagai gantinya, perusahaan-perusahaan itu akan diakuisisi BUMN yang sehat. Misalnya diambil alih PT Angkasa Pura I atau PT Surveyor Indonesia. Belakangan, Survai Udara Penas disapih PPA.
Belum lama, dilakukan pergantian direktur BUMN ini. Sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-34/MBU/03/2015 tertanggal 31 Maret 2015, Daulat Musa diangkat menjadi direktur utama. Ia menggantikan Budisepta Zen. Beberapa direktur sebelumnya gagal meningkatkan kinerja perusahaan ini. ***
More Stories
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Meriahkan People Fest, Pengunjung Berkesempatan Raih Hadiah dan Produk GulaVit