nasional.tempo.co
RABU, 29 JULI 2015 | 06:31 WIB
TEMPO.CO, Karubaga -Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letkol Inf CDB Andries menuturkan pengalamannya dalam menjalankan ibadah di Kabupaten Tolikara. Ia penganut Kristen Protestan dan beribadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI). Setelah ditugaskan di Tolikara, ia tak menemukan gereja GKI.
Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang berpusat di Tolikara telah mengeluarkan larangan untuk berdirinya gereja dari denominasi lain. Sehingga hanya gereja GIDI yang boleh dibangun di atas tanah Tolikara. Andries menyadari kenyataan itu. Sebagai umat beragama dan harus menjalankan tugas di kabupaten yang berdiri tahun 2002 itu, ia memilih menyesuaikan diri.
“Saya ini aliran GKI, saya tidak boleh dirikan gereja di Tolikara. Tapi kalau saya beribadah di gereja mereka, boleh. Khan sama, cuma tata caranya saja beda. Mungkin ini pakai tepuk tangan, yang sana tidak,” kata Andries kepada Tempo di markas Koramil Karubaga, Tolikara, Kamis, 23 Juli 2014.
VIDEO TERKAIT:
Ormas Islam Banten Akan Jihad ke Papua, Danrem 064: Tahan Diri
Menurut Andrie, lebih baik menghindarkan konflik. Caranya dirinya melakukan penyesuaian. “Toh menyembah satu Tuhan,” ujarnya.
Larangan mendirikan gereja selain gereja GIDI, Andries melanjutkan, tak hanya terjadi di Tolikara. Larangan serupa juga terjadi di kabupaten lain di provinsi Papua seperti Kabupaten Nduga dan Kabupatan Lani Jaya. “Jangankan Muslim, beda denominasi saja tidak boleh masuk,” kata Andries.
Dan, adanya aturan GIDI ini tidak pernah menimbulkan masalah hingga terjadinya amuk massa setelah massa dan peserta seminar dan kebaktian kebangunan rohani internasional GIDI meminta umat Muslim menghentikan salat Id di lapangan markas Koramil Karubaga, Jumat, 17 Juli 2015. Penyelenggaraan salat Ied di lapangan terbuka dianggap melanggar surat pemberitahuan yang hanya memperbolehkan mereka beribadah di musalah. Ini sesuai surat ralat pengurus GIDI wilayah Toli yang diteken tanggal 15 Juli 2015.
“Kejadian ini baru pernah terjadi di sini. Sekian tahun acara digelar , tidak pernah ada benturan, tempatnya di sini juga (lapangan Koramil Karubaga). Itu diluar dugaan. Semua tidak menduga akan terjadi seperti itu,” kata Andries. (Baca: Penembakan di Tolikara, Begini Penjelasan Pendeta GIDI)
Andrie menerima pemberitahuan tentang amuk massa ketika ia masih di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Ia kemudian meluncur ke Tolikara dari Wamena sekitar pukul 8.30 pagi pada Jumat, 17 Juli 2015. Setibanya di Karubaga sekitar jam 12 siang, ia langsung menggelar rapat dengan muspida untuk membahas langkah-langkah mengatasi amuk massa agar tak terulang lagi. Dan, pada saat itulah Andrie menerima surat ralat GIDI yang bertanggal 15 Juli 2015.
Menurutnya, amuk massa yang berlangsung selama dua jam itu terjadi secara spontan. Ia kemudian menjamin amuk massa tidak akan terulang lagi di Tolikara. Dalam peristiwa amuk massa ini, terjadi pelemparan batu, pembakaran puluhan kios dan masjid, dan penembakan oleh aparat yang melukai 11 orang dan menewaskan 1 remaja usia 15 tahun.
Sebanyak 2 orang jadi tersangka yang memprovokasi massa dan sebanyak lebih 30 orang sudah diperiksa sebagai saksi. Empat pengurus GIDI telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Senin, 27 Juli 2015. Namun, pemeriksaan ditunda hingga Kamis atau Jumat mendatang.
MARIA RITA
sumber: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/29/063687372/intoleran-di-tolikara-ini-cara-dandim-jayawijaya-beribadah
More Stories
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest