gatra.com
Sunday, 17 May 2015 21:34
Jakarta, GATRAnews – Mingggu pagi ini jagat dunia maya heboh oleh catatan di Facebook dari wartawan senior Derek Manangka. tulisan yang cukup panjang dan provokatif itu menjadi viral di berbagai media sosial juga pesan berantai di Whatsapp dan Balackberry Mesenger.
Di bagian atas pesan itu ditulis: “Catatan Tengah Sabtu 16 Mei 2015 oleh Derek Manangka”. Dan di bawahnya, ada judul tulisan yang sangat menggoda untuk dibaca: Didi Petet Meninggal, “Skandal Milan” Jangan Dikubur.
Derek Manangka adalah wartawan senior yang sudah malang melintang di berbagai media di tanah air. Berikut catatan di Facebook, pria kelahiran Manado, Agustus 1950 tersebut:
“Kapan seseorang meninggal dunia, merupakan rahasia ilahi. Berapa lama setiap manusia bisa menghabiskan waktunya di dunia, rahasia ilahi itu sepenuhnya berada di tangan Tuhan, sang Maha Pencipta.
Begitu pula dengan nasib Didi Petet, salah seorang komedian kenamaan ciptaan Tuhan yang berpulang Jumat 15 Mei kemarin.
Kendati begitu, melihat hari-hari terakhir kehidupan almarhum di Milan, Italia beberapa hari sebelumnya, meninggalnya Didi Petet tak seharusnya dilihat seperti itu.
Harus ada investigasi tersendiri dan tidak melihat meninggalnya Didi Petet tanpa sebab musabab.
Perlu sikap kritis dari semua pemangku kepentingan. Kita tidak patut meremehkan sebuah kejadian, hanya karena kita melihat kejadian itu sebagai peristiwa kecil yang terjadi jauh dari Indonesia.
Padahal kejadian itu sesungguhnya punya pengaruh negatif dan dimensi luas terhadap martabat kita baik sebagai warga biasa maupun sebagai warga negara dan pemegang saham atas Republik Indonesia ataupun Indonesia Incorporation.
Sikap kritis dan perlu tindakan investigasi, mendesak untuk dilakukan. Terutama karena adanya pengakuan berupa permintaan maaf almarhum kepada “seluruh bangsa Indonesia”.
Pengakuan mana diungkapkan oleh sejumlah saksi mata – sebagaimana diceritakan oleh wartawan senior Ilham Bintang dari Cek and Ricek.
Pengakuan almarhum itu, sebuah sikap positif karena mencerminkan kejujuran dan sportifitas seorang anak manusia Indonesia dan bukan karena dia seorang aktor berbakat yang bisa berakting.
Tinggalkan kekeliruan kita memahami apa makna dibalik permintaan maaf almarhum. Dalam pengakuannya, almarhum mengungkapkan dia tidak berhasil mewujudkan wajah Indonesia melalui Pameran Milan. Didi Petet merupakan Event Organizer dari acara itu.
Wajah Indonesia tak bisa diwujudkan di pameran tersebut, berhubung sejumlah produk dari tanah air yang rencananya dipamerkan di paviliun tersebut, tidak tiba hingga waktu pembukaan.
Dan mungkin juga sampai saat ini, barang-barang itu tidak pernah tiba karena memang ada unsur kesengajaan.
Hal itu merupakan kegagalan dari Event Organizer dan kejadian inilah yang mempermalukan almarhum, tetapi sekaligus juga mempermalukan Indonesia secara keseluruhan.
Memalukan Indonesia, sebab paviliun yang diresmikan oleh Menteri Perdagangan RI, Rachmat Gobel, jadinya hanya sebuah paviliun kosong. Tak ada barang yang dipamerkan, tak ada penjaga di sana dan tentu saja tak ada pengunjung sama sekali. Kehadiran paviliun kosong itu justru mengganggu estetika Milan Expo.
Maka makin bertambahlah citra Indonesia sebagai negara yang tidak punya selera termasuk kreatifitas. Beda banget dengan bangsa Italia.
Cerita lain yang beredar, Menteri Rachmat Gobel sangat marah atas kejadian tersebut. Sebagai pejabat tinggi dari pemerintah RI, seakan-akan diundang oleh protokol ke Milan hanya untuk menyaksikan sebuah Paviliun Indonesia yang tak berpenghuni.
Tetapi marahnhya seorang Menteri Rachmat Gobel apalah artinya jika tanpa tindakan konkrit, menjatuhkan sanksi kepada para pecundang yang menyabot acara Indonesian
Dan inilah aib yang terbesar dalam event tersebut, mengingat apa yang ditampilkan oleh
paviliun Indonesia di Milan Expo sama dengan sebuah wajah buruk Indonesia. Sebuah Indonesia Mini yang tak terurus, tak bisa berkoordinasi dan semua anggapan yang merendahkan martabat Indonesia.
Sebuah fakta bahwa untuk menghadirkan sebuah paviliun, sebuah rumah kecil di Milan Expo, bangsa Indonesia tak punya kemampuan.
Berbagai kegusaran muncul yang ikut membuat Didi Petet merasa citranya sebagai sosok yang punya nama baik di panggung teater, sandiwara, sinetron dan lain sebagainya, tercoreng.
Usahanya sebagai EO, pekerjaan lain di luar profesi utamanya selama dua tahun mempersiapkan berdirinya Paviliun Indonesia di Milan, gagal total.
Lalu apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut. Masih seperti pemaparan Ilham Bintang yang ikut mengutip sejumlah Pemimpn Redaksi dari Jakarta yang sempat melihat Milan Expo, tidak lain tidak bukan sebagai akibat dari adanya aparatur pemerintah yang melakukan tindakan korupsi.
Siapa dan berapa banyak aparatur atau birokrat Indonesia yang terlibat dalam korupsi tersebut, tidak disebutkan. Tetapi mereka inilah yang menjadi pemicu utama.
Disebut korupsi sebab dana sebesar Rp. 80,- milyar yang katanya dialokasikan kementerian untuk pameran tersebut, hanya separuhnya yang cair.
Dan fakta inilah yang membuat Didi Petet sebagai penanggung jawab tidak bisa menuntaskan pekerjaannya. Dia hanya menjadi korban tetapi yang menanggung malu justru dirinya sendiri.
Lantas semenjak itu kepala menjadi pening, sakit dan selanjutnya terkena stress. Akibat stress tersebut, Didi Petet sempat dirawat di Rumah Sakit Milan. Setelah merasa sembuh, Didi Petet kembali ke tanah air.
Dari kesaksian keluarga, setiba di Indonesia, Didi Petet belum terlihat pulih sepenuhnya. Bahkan dua hari setelah itu, ia terkena serangan jantung kemudian meninggal dunia !
Kita patut turut bersedih atas musibah yang menimpa almarhum sebagai Event Organizer Milan Expo. Sedih, sebab pekerjaannya disabot.
Kita juga sudah sepatutnya menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya terutama kepada keluarga dan sahabat yang ditinggalkannya.
Akan tetapi kepada pejabat Indonesia yang melakukan korupsi atas biaya Pameran Milan, Italia, patut kita kecam sedalam-dalamnya.
Sebab mereka bukan hanya mempermalukan Didi Petet semata, melainkan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Oleh sebab itu para koruptor yang masih hidup itu, perlu dikejar, ditangkap, disidang dan dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatan mereka.
Dana yang mereka korupsi, tidaklah besar jika dibandingkan dengan beberapa Mega Skandal.
Tetapi bukan hal yang mustahil, mereka merupakan bagian dari jaringan koruptor yang seperti tikus, bersembunyi di puluhan kementerian dan lembaga pemerintah.
Mereka merupakan manusia-manusia biadab yang tidak punya hati dan kepedulian. Saya kira sekalipun almarhum Didi Petet tidak mendendam para koruptor itu dan dia juga tidak meninggalkan pesan untuk menghukum mereka yang telah memperdayainya, tetapi kita yang masih hidup patut menyikapi.
Investigator KPK tidak perlu menunggu laporan tapi patut mengambil inisiatif. Paling tidak kita tidak ikut mengubur “Milan Expo Scandal” yang telah mempermalukan Indonesia. Kita perlu bersuara dan tulisan ini bagian dari sikap tersebut. “
Demikian akhir catatan Derek Manangka tersebut.
sumber: http://www.gatra.com/budaya-1/apresiasi/147308-heboh-catatan-tengah-sabtu-derek-manangka.html
More Stories
Puluhan Penderes & Pengepul Gula Kelapa di Banyumas, Diduga Ditipu Pegawai Arta Graha Jakarta
Viral Aksi Brutal Pengendara Mobil di Kawasan SCBD Jakarta Selatan
Viral Pengendara Ribut di SCBD, Sampai Naik ke Kap Mesin & Injak Kaca Depan