Kamis, 10 Oktober 2019 00:44
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Penerbitan obligasi ritel pemerintah yang masih terus berlanjut dan semakin berkembangnya perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) turun menekan bank dalam menggali dana dari masyarakat, termasuk dana murah (CASA).
Dana yang selama ini banyak menganggur di tabungan mulai berpindah ke instrumen yang memberikan cuan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total pinjaman yang disalurkan fintech per Juli 2019 telah mencapai Rp 49 triliun.
Direktur Bisnis Konsumer Bank BNI Anggoro Eko Cahyo menduga, Surat Berharga Negara (SBN) ritel turut memberikan tekanan bagi bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Sedangkan kehadiran fintech menurutnya justru bisa memberikan dampak positif terhadap DPK bank jika keduanya melakukan kolaborasi.
Sementara Direktur Kepatuhan Bank Tabungan Negara (BTN), Mahelan Prabantarikso justru melihat shifting atau pergeseran dana masyarakat di tabungan ke fintech pembayaran. Menurutnya, shifting itu didominasi milenial yang pada umumnya memiliki gaya hidup lebih konsumtif. “Sangat mungkin adanya shifting, Tapi mungkin share-nya masih belum besar,” katanya.
Dengan adanya tantangan itu, BTN akan terus mencari strategi mendorong CASA. Per Agustus, posisi rasio CASA BTN ada di level 40%.Itu menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang ada di level 45,21% dan juga dari akhir tahun 2018 yang masih di kisaran 43,4%.
Hingga akhir tahun, BTN memperkirakan rasio CASA akan menuju level 43%. Untuk capai target, Mahelan bilang, BTN akan fokus pada upaya akuisisi tabungan debitur KPR yang belum memiliki atau memanfaatkan tabungan, akuisisi tabungan yang berasal dari kerjasama aliansi, seperti pensiunan dan payroll, percepatan akuisisi merchant LinkAja, dan pemenuhan SDM di kantor cabang pareto di Jabodetabek.
“Untuk meningkatkan daya saing BTN dibandingkan dengan kompetitor, kami akan fokus menyeimbangkan fitur e-channel untuk meningkatkan layanan kepada nasabah melalui mobile banking, internet banking, cash management system, virtual account, dan e-form,” terangnya.
Sementara BNI masih bisa mencatatkan pertumbuhan CASA. Per Juni ada di level 64,6%. Anggoro bilang, sampai akhir tahun, perseroan akan menjaga rasio CAS sekitar 65% supaya margin bunga bersih (NIM) membaik ke kisaran 5%. “Sejalan dengan itu, kami upayakan DPK bisa tumbuh 6%-7% dengan pertumbuhan kredit berkisar 13%-15%,” tambah Anggoro.
Guna menjaga CASA, BNI akan melakukan program retensi untuk nasabah lama dan program akuisisi untuk nasabah baru. Perseroan akan menggalakkan transaksi perbankan dengan pemanfaatan digital banking lewat perangkat smartphone agar menjaga loyalitas nasabah.
Bank OCBC NISP juga terus berupaya mendorong CASA sebagai strategi menjaga likuiditas di tengah tren penurunan suku bunga. Parwati Surjaudaya, Presiden Direktur OCBC NISP Mengatakan, rasio dana murah OCBC NISP masih di bawah 40%.
Perkembangan DPK Perbankan
Jul-19
Jul-18
YOY (%)
Des-18
Des-17
yoy (%)
Giro
1.389,45
1.266,88
9,67
1.315,03
6,61
Tabungan
1.827,58
1.717,86
6,39
1.825,25
1.701,22
7,29
Deposito
2.394,66
8,37
2.490,15
2.354,67
5,75
Total
5.812,07
5.379,31
8,04
5.630,44
5.289,37
6,45
Keterangan: Dalam triliun rupiah Sumber : Statistik Perbankan Indonesia OJK
SCBD Alami Penurunan Laba Sebesar 49%
PT Danayasa Arthatama Tbk hanya mampu mengantongi laba Rp 20,54 miliar pada paruh pertama tahun ini. Jumlah tersebut merosot 49,31% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp 40,53 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Selasa (8/10), penurunan laba tersebut disebabkan oleh turunnya pendapatan dan naiknya beban usaha.
Pendapatan perusahaan dengan kode saham SCBD tersebut tercatat sebesar Rp 496,22 miliar. Jumlah tersebut mengalami penurunan 4,86% bila dibandingkan dengan realisasi di semester I-2018, Rp 517,36 miliar.
Penurunan pendapatan disebabkan oleh turunnya pendapatan real estate yang menyumbang 51,55% dari total pendapatan. Semester I-2019, perolehan dari real estate terutama berasal dari pendapatan sewa Pacific Place Mall yang turun 3,78% menjadi sebesar Rp 253,84 miliar.
Selain itu, pendapatan dari hotel juga mengalami penurunan, bahkan dengan nilai yang lebih dalam. SCBD membukukan pendapatan dari hotel sebesar Rp 137,71 miliar. Pendapatan tersebut turun 11,75% secara tahunan dari periode sebelumnya yang saat itu tercatat Rp 156,04 miliar.
Sedangkan pendapatan dari jasa telekomunikasi naik 7,37% secara tahunan dari sebelumnya Rp 97,48 miliar menjadi Rp 104,67 miliar.
Dari sisi beban, tercatat beban pokok SCBD pada semester I-2019 sebesar Rp 95,89 miliar. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan 3,39% secara tahunan dari sebelumnya Rp 99,26 miliar. Sedangkan beban usaha justru naik 15,17% dari Rp 363,89 miliar menjadi Rp 419,09 miliar. (Benedicta Alvinta Prima/Dina Mirayanti Hutauruk)
Sumber : https://manado.tribunnews.com/2019/10/10/dana-murah-bank-pindah-ke-sbr-dan-fintech?page=4
More Stories
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest