Kamis, 19 Maret 2020 – 11:42
TIMESJATIM, JAKARTA – Ketika pemerintah Indonesia mengevakuasi dan mengarantina warga negaranya (WNI) dari Wuhan-China ke Natuna beberapa waktu lalu, saya menulis opini di media ini dengan judul “Pelajaran dari China Dalam Penanganan virus Corona” (Timesindonesia, Minggu, 02 Pebruari 2020-08:34).
Suatu hal yang menjadi perhatian –dalam tulisan itu– adalah “Tanpa antisipasi langkah kesehatan secara menyeluruh, bukan tidak mungkin wabah Corona –ibarat bom waktu– yang bisa mengagetkan banyak pihak karena lebih cepat menjalar dari pada yang diduga. Evakuasi pulang ke Indonesia yang seharusnya menjadi solusi terbaik dan indah, malah tidak menutup kemungkinan mengundang petaka dan masalah baru”.
Pada akhirnya, langkah dan cara Indonesia mengevakuasi 238 WNI dari Wuhan-China, kemudian mengarantina di Natuna terbilang sukses. Mulai dari proses evakuasi, turun dari pesawat, penanganan 14 hari selama di Natuna dan sampai dengan dikembalikan ke daerahnya masing-masing, dunia internasional memperhatikan; memberi pujian dan apresiasi yang positif.
Meskipun –pada waktu itu– masyarakat Natuna menolak kebijakan Pemerintah. Dibuktikan dengan protes (demonstrasi), membentangkantulisan “Natuna tidak cocok untuk corona” dan “Tolak kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat Natuna”.
Informasi penyebaran virus corona dan dampaknya tersebar di media begitu mencekam, khususnya media online (internet). Kebenaran informasi valid seputar virus Corona seolah mencari jarum ditumpukan jerami. Tidak jelas informasi terkait virus Corona yang dapat dipertanggungjawabkan.
Informasi bersumber dari internet dapat dipastikan selalu simpang siur. Berbaur antara fakta dan hoax. Persepsi virus corona yang diperoleh sangat beragam. Cepat menular dan mematikan. Seseorang yang lagi santai atau sedang berjalan, tiba-tiba tersungkur jatuh. Kematian akibat virus corona disiarkan terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara kesembuhan dari orang yang terpapar tidak seviral –dibandingkan– yang berujung pada kematian.
Penolakan masyarakat Natuna dapat dipahami. Dikhawatirkan virus Corona menyebar dan menular di daerah Natuna. Masyarakat merasa ketakutan. Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal dan wakilnya Ngesti Yuni Suprapti, menunjukkan kegigihan menyambung aspirasi rakyatnya. Bupati dan wakilnya merasa penting memastikan keselamatan rakyat Natuna.
Penolakan masyarakat Natuna ini didukung oleh Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten) Natuna. Kebijakan pemerintah selanjutnya, seluruh sekolah di Kabupaten Natuna diliburkan selama 15 hari, dari 3 sd 17 Februari 2020. Tujuannya, mengurangi dan mencegah aktivitas ke luar rumah. Murid diminta belajar di rumah dan menjaga kesehatan dengan segera memeriksakan diri jika ada gejala demam tinggi.
Sebelumnya, rencana kebijakan evakuasi dan karantina di Natuna, tidak ada informasi dari pemerintah pusat. Hal ini mematik kesalahpahaman antara Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah dan masyarakat Natuna. Namun stabilitas ketahanan nasional penting menjadi pertimbangan. Terasa aneh, apabila ada pejabat pemerintahan di tingkat daerah soal ketahanan nasional tidak menjadi naluri dalam pengambilan keputusan secara komprehensif dan integral demi kepentingan bangsa dan negara.
Penempatan evakuasi dari Wuhan China dan kemudian dikarantina di Natuna, sesungguhnya menarik dianalisis dari berbagai sudut pandang.Tempat lokasi karantina itu, di barak militer, tepat di pangkalan udara (militer) Raden Sadjad. Pangkalan militer ini memiliki kekuatan tiga matra, yaitu TNI angkatan udara, darat dan luat. Dilengkapi pula fasilitas kesehatan yang memadahi dan dapat menampung 300 orang. Berjarak cukup aman dari pemukiman masyarakat terdekat di Natuna.
Dari sudut pandang pemerintah pusat, jelas pemerintah pusat sudah mempertimbangkan secara komprehensif dan integral. Memperhatikan hubungan berbagai aspek secara menyeluruh dan satu kesatuan. Persoalan “darurat kesehatan global” pada akhirnya optimis dapat ditangani. Tentu dengan melibatkan semua sumberdaya kemampuan negara Indonesia.
Dari sisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ditengah sengketa masuknya kapal nelayan dari China yang dikawal oleh kapal Coast Guard pada bulan Desember itu, setidaknya penempatan karantina di Nanuta menyampaikan pesan diplomatik tentang kedaulatan NKRI, khususnya kepada China dan dunia Internasional.
Hiruk-pikuk evakuasi dan karantina beberapa waktu lalu, akhirnya menjadi kisah yang baik dan indah.
Pemerintah daerah Tingkat I dan II di Indonesia yang warganya termasuk di karantina, turut responsif dan proaktif memperhatikan keselamatan mereka. Tidak ada yang terpapar virus Corona dari 238 orang yang dikarantina. Mereka semua kini telah kembali dan berada di daerahnya masing-masing.
Mereka (yang dikarantina) justru mendapat tambahan bekal positif melalui interaksinya dengan para personil TNI, yaitu soal cinta tanah air dan NKRI harga mati. Para orang tua (keluarga) sangat berterima kasih. Khabar baiknya lagi, tidak ada satu orang pun masyarakat di Natuna yang terpapar virus Corona.
Kekhawatiran banyak pihak, sebab evakuasi dan karantina di Natuna mengakibatkan virus Corona meledak dan menyebar ke banyak orang dan dipersepsikan Natuna sebagai sumber penyebarannya tidaklah terbukti. Tidak ada petaka berkaitan dengan evakuasi dan karantina di Natuna. Bahkan seolah virus Corona “senyap”, “tiarap” atau “mati suri”di Barak pangkalan Militer Raden Sadjad.
Karantina di Pulau Sebaru (pulau tidak ada penghuninya) menjadi pilihan pemerintah Indonesia selanjutnya terhadap 188 WNI anak buah kapal (ABK) Kapal World Dream (28/02/2020). Sebelumnya, terdapat 78 WNI juga di karantina di Kapal pesiar Diamond Princess (19/02/2020).
WNI yang terdampak penyebaran virus Corona, baik karantina 78 WNI di Kapal pesiar Diamond, 188 WNI ABK kapal World Dream, dan meskipun di Kapal pesiar Diamond terdapat 3 WNI yang positif terpapar virus Corona, penyebaran virus Corona relatif dapat dikendalikan.
Sebulan berlalu. Sejak 238 WNI dievakuasi dari Wuhan China, kemudian di karantina di Natuna (02/02/2020) dan 188 WNI ABK kapal World Dream yang dikarantina di Pulau Sebaru hingga awal 2 Maret 2020, di Indonesia tidak ada laporan satu pun kasus penyebaran virus Corona dari 132 laboratorium tes virus Corana dan RS di seluruh Indonesia. Bahkan Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih kebal terhadap virus Corona.
Spekulasi pun bermunculan atas keajaiban 250 juta lebih penduduk Indonesia yang tidak –ada seorang pun– terpapar virus Corona. Orang Indonesia itu “sakti-sakti dan kebal-kebal”.
Kebiasaan orang Indonesia minum jamu empon-empon/rempah-rempah (temulawak, jahe, kunir,kunyit laos dll) yang mengandung curcuma membawa efek positif atas pencegahan virus Corona. Curcuma adalah kadungan zat yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
Selain itu, terdapat ribuan resep kombinasi kapulaga (tumbuhan tropis) dengan rempah-rempah lainnya (jinten, biji kemangi dll) yang juga berguna sebagai penangkal segala penyakit. Termasuk kegemaran mengonsumsi daun kelor yang diyakini berkhasiat ajaib mencegah masuknya virus ke dalam tubuh.
Alasan lain yang konyol adalah virus Corona itu selektif dan rasis. Hanya menular pada ras, suku bangsa dan agama tertentu saja. Virus Corona tidak betah tumbuh dan berkembang pada kulit sawo matang yang dimiliki mayoritas rakyat Indonesia.
Tidak ada laporan terpapar virus Corona di Indonesia justru membuat dunia Internasional sangsi. Apakah peralatan kesehatan di Indonesia tidak mampu mendeteksi keberadaan virus Corona atau Pemerintah Indonesia sengaja tidak terbuka terhadap data yang sebenarnya.
Virus Corona (Covid-19, nama resmi dari WHO) sudah menjalar dan menjadi pandemi global. Pandemi dalam arti Covid-19 telah menginfeksi jumlah banyak orang di banyak negara (tempat). Banyak negara yang jumlah penduduknya dibawah 50 juta positif terpapar Covid-19.
Penularan Covid-19 itu tidak pandang bulu. Bisa menular kepada siapa saja. Tidak membedakan suku, agama, ras dan antargolongan.
Penyebaran Covid-19 kini semakin mengkhawatirkan dunia. Pada saat tulisan ini dikirim sudah tembus 152 negara, 80.840 sembuh, 7.905 meninggal (Kompas.com-18/03/2020, 08:05 WIB). Menurut media ini “Kawal Informasi Seputar COVID-19 Secara Tetap dan Akurat”, mengutip dari sumber kawalcorona.com, jumlah Kasus di Indonesia Saat ini 227 Positip, 11 sembuh, 19 meninggal (Kamis, 19 Maret 2020-01:17)
Kasus Covid-19 di Indonesia, menyadarkan kita semua, pemerintah menetapkan “Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat virus Corona di Indonesia, terhitung sejak tanggal 29 Februari s.d 29 Mei 2020 berdasarkan Surat Keputusan BNPB Nomor 13.A Tahun 2020. Masing-masing daerah, klasifikasi darurat bergantung dengan kondisi kedaruratannya; siaga darurat, tanggap darurat dan darurat ke pemulihan.
Terpaparnya Covid-19 warga Indonesia terus menunjukan peningkatan yang signifikan, sejak menjadi “Breaking News” pada tanggal 3 Maret 2020, yaitu adanya 2 orang di Indonesia yang positif terpapar Covid-19 hingga kini berlaku “Darurat Nasional Covid-19” sampai tanggal 29 Mei 2020.
Babak baru “perang” melawan Covid-19 di Indonesia sedang berlangsung. Pemerintah pastikan kesiapan Rumah sakit (RS) menampung pasien dan perawatan penderita Covid-19. Beberapa tempat (seperti wisma atlit) siap disulap menjadi RS khusus pasien Covid-19.
Semua sumberdaya kekuatan Nasional siap siaga mengatasi Covid-19. Termasuk –bila perlu– kebijakan lockdown atau penutupan wilayah secara total dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19 menjadi pilihan. Namun kebijakan lockdown adalah kewenangan pemerintah pusat. Tentu pemerintah berdasarkan kajian secara komprehensif dan integral, demi kepentingan Nasional.
Namun perang melawan Covid-19 bukan hanya tanggungjawab pemerintah. Melainkan semua elemen kehidupan berbangsa dan bernegara wajib terlibat sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.
Pencegahan saat ini lebih ditekankan pada pengurangan mobilitas orang dan mengurangi kegiatan keramaian. Universitas (Sekolah Tinggi lainnya) dan sekolah (dari Paud sd SLTA) –terinspirasi oleh Bupati Natuna– mengantisipasi penyebaran Covid-19 dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran on-line dari rumah masing-masing, alias kebijakan sekolah libur.
Demikian pula Pondok Pesantren, seperti Pondok Pesantren Nurul Jadid dan banyak pondok lainnya yang menunda kegiatan peringatan ulang tahun (Harlah) dan Haul Pendiri. Melakukan sterilisasi dan Siaga Covid-19 serta larangan orang tua (wali santri) mengunjungi putra-putrinya.
Jelas Covid-19 dapat berpengaruh terhadap Ketahanan Nasional (Tannas) dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara merupakan suatu sistem, semua unsur-unsur saling berhubungan.
Bidang pemerintahan dan kehidupan yang saling berhubungan adalah ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Itulah sebabnya, apabila Covid-19 tidak dapat diatasi dengan baik –bukan tidak mungkin sangat gampang– merembet kepada semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya. Bom waktu –diluar bidang kesehatan– yang akan mengganggu ketahanan nasional harus pula segera dijinakkan!
Sumber : https://www.timesjatim.com/kopi-times/114139/covid19-dan-ketahanan-nasional
More Stories
Artha Graha Peduli Berikan Bibit Ikan ke SDN 01 Ancol, Dukung Ketahanan Pangan dan Makanan Bergizi Gratis
Artha Graha Peduli Salurkan Bantuan dan Pendampingan untuk Warga Rempang yang Bayinya Meninggal Akibat Infeksi
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan