Arnoldus Kristianus, Kamis, 16 Januari 2020 | 23:54 WIB
JAKARTA, investor.id – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan aliran modal asing (capital inflow) yang masuk akan tetap berada di pasar keuangan domestik. BI dan Pemerintah terus melakukan sejumlah kebijakan untuk melakukan bauran kebijakan baik secara fiskal maupun moneter. “Sekarang kalau fundamental kuat dan capital inflow masuk tentunya akan lebih permanen ada di perekonomian,” ucap Dody saat ditemui di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (16/1). Dengan kondisi fundamental yang terjaga maka investor tidak segan-segan untuk menaruh uangnya lebih lama di Indonesia. Hal ini turut menjaga kestabilan ekonomi dan pemerintah bisa mendorong roda perekonomian. “Bila modal yang masuk tetap bertahan di Indonesia, diharapkan akan menimbulkan efek yang lebih permanen dalam perekonomian,” ucap Dody.
Ia mengatakan dengan besaran suku bunga acuan BI sebesar 5% sebenarnya jumlah ini masih menjadi daya tarik bagi investor asing. Menurutnya suku bunga BI juga masih lebih atraktif di mata investor bila dibandingkan dengan Amerika maupun negara berkembang lain. “Investor akan lebih tertarik menaruh uangnya di Indonesia karena suku bunga yang menarik,” ujar Dody. Kehadiran inflow ini juga menjadi upaya untuk mengurangi defisit transkasi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang ada. Apalagi neraca perdagangan juga sudah menunjukan tren positif dimana defisit neraca perdagangan 2019 mengalami penurunan dari tahun 2018. “Tahun ini neraca pembayaran juga membaik dari tahun 2019. Jadi CAD kita cenderung lebih baik di 2,5-3% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Poinnya semakin besar inflow yang masuk dan bisa menutup defisit CAD dan membuat rupiah semakin stabil,” ucap Dody.
Peneliti Center of Economic Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan tingginya capital inflow melalui investasi portofolio yang masuk juga menyebabkan kerentanan terhadap perekonomian. Khususnya akan berpengaruh target pengurangan defisit pada neraca transaksi berjalan. Jika dilihat komponen pendapatan primer mengapa dia begitu besar aliran investasi yang masuk ke Indonesia bukan dalam bentuk investasi langsung asing (Foreign Direct Investment/FDI) tetapi dalam bentuk portofolio. “Tentu ini memang di satu sisi dia akan berdampak positif terhadap pasar keuangan dan penguatan rupiah tetapi kita termasuk negara yang sangat fragile terhadap volatilitas nilai tukar,” ucap Yusuf saat dihubungi pada Kamis (16/1). Hal ini perlu diantisipasi dengan berbagai kebijakan. Sebenarnya pemerintah sudah memberikan banyak wacana salah satunya penuruna pajak deviden agar investasi tidak cepat keluar masuk. Namun bila berkaca pada kebijakan negara lain seharusnya pemerintah tidak hanya memberikan kebijakan keringanan pajak tetapi jug memberikan persyaratan untuk investasi portofolio Misalnya Tiongkok yang mengatur agar portofolio yang masuk ke pasar uang harus ditaruh dalam jangka waktu tertentu. “Ketika masuk dia harus di-hold misalnya enam bulan dia gak bisa keluar masuk. Ini mungkin yang bisa menjadi pertimbangan pemerintah,” ucap Yusuf. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, gejolak yang terjadi di Amerika memang mempengaruhi Indonesia. Namun yang harus dilihat berapa lama dan berapa besar pengaruhnya. Ia melihat gejolak negara emerging market dan Amerika terhadap Indonesia memang berdampak cukup negatif tetapi dampaknya paling lama dua sampa tiga bulan. Adapun yang memberikan dampak jauh lebih lama yaitu gejolak faktor domestik. “Salah satunya faktor domestik yang justru bisa membuat perekonomian Indonesia lebih tertekan. Meskipun Amerika adalah salah satu partner dagang kalau kita lihat sebagai jalur dagang tidak terlalu signifikan karena tidak terlalu outward looking. Tetapi tetap harus diwaspadai,” ucap Fithra. Misalnya saat terjadi gejolak resesi di Amerika tentu investor akan mencari peluang yang lebih besar. Secara teori emerging market tentu akan menawarkan keuntungan lebih besar ketimbang Amerika yang terimbas krisis lebih besar. Hanya saja dalam konteks ini mereka juga takut kalau krisis ini akan menjalar ke tempat tempat lain, salah satunya dari emerging market juga. Dalam kondisi yang penuh ketidapsatian tentu investor juga mewaspadai bila krisis akan meluas ke negara lain termasuk emerging market. “Saat mereka melihat faktor itu kecenderungan capital inflow menjadi lebih terbatas. Kalau ada capital inflow dampaknya tidak lebih berat ke negara negara lain. Kalau dibandingkan dengan negara ASEAN, Vietnam, Thiland, Filipina, Singapura tentu lebih menarik dari Indonesia,” ucap Fithra. Ia mengatakan bila capital inflow masuk mungkin dana yang masuk ke Indonesia tidak terlalu besar. Dampak lain yang bisa ditimbulkan yaitu terjadinya capital outflow. Sebab investor jgua bsia mencari tempat lain yang termasuk kategori safe heaven. Misalnya Jepang, Korea bahkan Amerika sendiri. Walaupun sedang mengalami krisis Amerika juga masih termasuk negara safe heaven. “Permasalahannya dari kita bukan semata faktor eksternal tapi daya dorong dari sisi domestik cukup terbatas,” imbuh Fithra.
More Stories
Dukung Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Tim Saber AGP Ikut Jaga Kebersihan dan Keamanan
Artha Graha Peduli dan Artha Graha Network Terjunkan Tim Saber dan Dukung People Fest
Meriahkan People Fest, Pengunjung Berkesempatan Raih Hadiah dan Produk GulaVit