
JAKARTA, KOMPAS.com – Artha Graha Group menegaskan tidak pernah memiliki hubungan bisnis dengan pihak-pihak politik terkait pengelolaan usaha di kawasan Pulau Padar maupun Taman Nasional Komodo. Hal itu diungkapkan manajemen Artha Graha menanggapi pemberitaan mengenai dugaan privatisasi dan rencana pembangunan vila skala besar di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo. “Sejak awal, Artha Graha selalu menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG), profesionalisme, serta menghindari praktik yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, khususnya dengan melibatkan unsur politik,” jelas manajemen Artha Graha dalam surat yang dilayangkan ke redaksi Kompas.com, Selasa (23/9/2025).
Manajemen menerangkan, PT Palma Hijau Cemerlang yang merupakan afiliasi Artha Graha Group, memang terlibat dalam kegiatan di kawasan Taman Nasional Komodo.Namun fokus utama bukanlah pengembangan pariwisata masif, melainkan mendukung konservasi berdasarkan Perjanjian Penguatan Fungsi Kawasan bersama Balai Taman Nasional Komodo.
Komitmen konservasi ini diwujudkan melalui pemulihan habitat darat maupun laut, pengelolaan sampah dan limbah di pesisir, pembangunan mooring buoy untuk melindungi terumbu karang.
Lainnya adalah memberikan edukasi lingkungan bagi masyarakat dan wisatawan, pengawasan serta perlindungan kawasan, serta pelibatan masyarakat lokal agar ikut menjaga kelestarian Pulau Padar dan sekitarnya. “Ketiga, perlu diluruskan bahwa gambar desain bangunan yang beredar di sejumlah pemberitaan bukan merupakan rencana pembangunan baru oleh Artha Graha, melainkan rancangan lama dari pengelola sebelumnya. Saat ini justru rancangan lama tersebut sedang dikaji ulang dengan mempertimbangkan kelestarian ekosistem serta aspirasi masyarakat adat di sekitar Taman Nasional Komodo,” tambah manajemen.
Terkait dengan tudingan adanya keterlibatan pejabat dalam proses perizinan, ditegaskan bahwa seluruh perizinan usaha diajukan secara transparan, sesuai hukum yang berlaku, tanpa intervensi dari pihak manapun. “Hal ini menjadi bukti komitmen Artha Graha terhadap kepatuhan hukum, prinsip tata kelola perusahaan yang baik, serta standar konservasi internasional.”
Sementara itu Erick Hartanto, Komisaris Utama PT Komodo Wildlife, menyatakan pengambilalihan perusahaan dilakukan untuk mengubah arah bisnis agar lebih menekankan konservasi. “Awalnya dari Kementerian Kehutanan kami mendengar ada puluhan atau ratusan list IUPSWA yang tidak kunjung beroperasi. Dari daftar tersebut, Artha Graha memilih IUPSWA Komodo Wildlife yang memegang izin seluas 274,13 hektare di Pulau Padar dan 151,94 hektare di Pulau Komodo. Pimpinan kami mengambil alih kepemikan saham mayoritas atas PT Komodo Wildlife pada 2022 dilakukan sebagai upaya untuk mengubah arah bisnis yang lebih mengutamakan kerja-kerja konservasi. Kami berniat mereplikasi seperti di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) di Lampung,” jelas Erick.
Hanna Lilies Puspawati, Komisaris Utama PT Adhiniaga Kreasinusa selaku pemegang saham mayoritas KWE menyatakan perusahaan sudah berkomitmen menyusun dokumen EIA sejak Juni 2022 bersama Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan.”Meskipun EIA tersebut merupakan persyaratan yang baru muncul dan belum diundangkan secara resmi. Pada awal mengambil alih Komodo Wildlife, belum ada kewajiban bagi perusahaan untuk menyusun dokumen EIA. Persyaratan ini baru muncul ketika masyarakat melakukan pelaporan ke UNESCO ihwal potensi kerusakan lingkungan atas rencana pembangunan wisata super premium. Dokumen amdal ini juga diberlakukan untuk seluruh pengelolaan Taman Nasional Komodo, bukan sebatas pada areal konsesi di Pulau Padar,” jelas Hanna.
More Stories
Artha Graha Jadi Bank Penyalur KPR Subsidi
Jaga Lingkungan, Artha Graha Pastikan Tak Ada Pembangunan di Pulau Padar
Jawaban Artha Graha atas Isu Proyek Pariwisata di Pulau Padar