
ArthaZone, Labuan Bajo (06/08/2025) — Lembaga internasional UNESCO kembali mengingatkan Pemerintah Indonesia agar berhati-hati dalam menjalankan proyek-proyek pengembangan pariwisata di kawasan Taman Nasional Komodo, terutama yang berpotensi mengganggu status situs tersebut sebagai Warisan Dunia. Dalam dokumen terbarunya yang dirilis beberapa hari setelah pertemuan konsultasi publik di Labuan Bajo, UNESCO menekankan pentingnya pendekatan berbasis konservasi dan keberlanjutan.
UNESCO menyampaikan bahwa pembangunan apa pun di kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya tidak boleh mengganggu Outstanding Universal Value (OUV) — nilai luar biasa universal — yang menjadi dasar penetapan kawasan tersebut sebagai Situs Warisan Dunia. Pemerintah diminta untuk memastikan bahwa seluruh pengembangan dilakukan berdasarkan hasil kajian lingkungan strategis (SEA) dan analisis dampak lingkungan (AMDAL), dengan melibatkan pemangku kepentingan.
Salah satu perusahaan yang kini mendapat perhatian adalah PT Palma Hijau Cemerlang (PHC). Berbeda dengan beberapa perusahaan yang lebih banyak terfokus pada pembangunan infrastruktur wisata berskala besar, PHC membawa pendekatan yang dinilai berpotensi berkontribusi langsung terhadap misi konservasi. Perusahaan ini tercatat memiliki kerja sama dengan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) di Pulau Padar seluas 5.815,3 hektare.
Kepala BTNK, Hendrikus Siga, dalam keterangannya menyebut bahwa kehadiran PHC ditujukan untuk membantu konservasi. Meskipun detail program yang akan dijalankan belum sepenuhnya dipublikasikan, model kolaboratif antara PHC dan pengelola taman nasional dinilai dapat membuka ruang bagi sinergi antara pelaku usaha dan konservasi alam, asalkan dijalankan secara transparan dan sesuai prinsip-prinsip keberlanjutan.
Pendekatan ini menjadi penting, mengingat UNESCO sendiri menekankan perlunya penguatan pengelolaan, termasuk dalam hal pengawasan zonasi, pelibatan masyarakat adat, dan pengaturan kapal wisata, liveaboard, hingga sumber pendanaan konservasi.
PHC, yang disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan pengusaha nasional Tomy Winata, membawa rekam jejak pengalaman dalam proyek-proyek berbasis lingkungan, dan dinilai memiliki potensi sumber daya yang memadai untuk mendukung upaya konservasi jangka panjang di kawasan penting seperti Komodo.
Dalam dokumennya, UNESCO juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga stabilitas populasi satwa komodo, meskipun tetap meminta agar pemantauan populasi dilakukan secara rutin dan langkah pengelolaan diperkuat. Selain itu, pemerintah juga diminta menyerahkan laporan terbaru mengenai kondisi konservasi Taman Nasional Komodo paling lambat 1 Desember 2026, yang akan menjadi bahan evaluasi pada sidang ke-49 Komite Warisan Dunia.
Upaya yang dilakukan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga konservasi, dan pelaku usaha seperti PHC, diharapkan dapat menjadi model kolaborasi inovatif yang mengedepankan perlindungan alam sekaligus memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal.
More Stories
UNESCO Tekankan Keberlanjutan di Taman Nasional Komodo, PHC Tawarkan Model Investasi yang Sejalan dengan Konservasi
Rayakan Kemerdekaan untuk Nusantara, Hotel Borobudur Jakarta Gelar “Discover Nusantara”
AG Peduli dan AG Network Dukung Helatan Kongres Diaspora ke-8 di IKN