November 24, 2024

Artha Zone

Created & modified by m1ch3l

Kisah Orang Darat (Orang Hutan) Ditengah Kemajuan Batam

Wartawan Batampos, M Nur dengan warga Orang Hutan di Sungai Sadap, Batam. Foto:Imbalo

June 12, 2020

Orang Darat atau Orang Oetan (hutan) diyakini sebagai penduduk asli Batam. Keberadaan Orang Darat di Pulau Rempang (Batam) disebutkan dalam sejumlah arsip kolonial Belanda. Pada tanggal 4 Februari 1930, Controleur Onderafdeeling Tanjungpinang, P. Wink mengunjungi Orang Darat di Pulau Rempang. Catatannya tentang kunjungan dimuat dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930 (Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930). Laporan ini ditulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930.

Menurut P Wink, pejabat Belanda di Tanjungpinang sudah lama mengetahui tentang keberadaan Orang Darat ini. Namun, belum ada kontak langsung dengan mereka. Barulah P Wink, pejabat Belanda pertama yang turun langsung menemui Orang Darat ini. Menurut P Wink, orang Belanda bernama JG Schot dalam tulisannya Indische Gids tahun 1882, di Pulau Rempang ada suku asli yang bernama Orang Darat atau Orang Utan. Menurut legenda, mereka berasal dari Lingga. Namun, tidak ada informasi yang jelas tentang asal usul ini. Orang Darat ini mirip suku asli Johor dan Melaka, yakni Orang Jakun.

Orang Darat di Pulau Rempang hidup di pondok-pondok tanpa dinding dan hanya beratap. Selain tinggal di Pulau Rempang, Orang Darat ada juga yang tinggal di Pulau Batam tapi kemudian seakan hilang karena membaur dengan Orang Melayu. Dalam kunjungannya ke Pulau Rempang, P Wink mendata jumlah Orang Darat yang ada di sana. Jumlahnya 8 delapan laki-laki, 12 orang wanita dan 16 orang anak-anak.

Tampilan Orang Darat, kulitnya lebih gelap dari orang Melayu. Mereka tidak terbiasa hidup di laut. Mereka tidak memiliki sampan dan hidup dari bercocok tanam. Mereka hidup dari bercocok tanam, mencari hasil hutan. Kalau kondisi air pasang, mereka baru mencari kepiting dan lokan. Nantinya dibarter dengan orang Tionghoa yang memiliki kebun gambir yang ada di Pulau Rempang. Tahun 1930, jumlah Orang Darat hanya sekitar 36 jiwa. Sebelumnya informasi dari Tetua Orang Darat di Rempang, Sarip dulunya Orang Darat jumlahnya 300 jiwa.

Orang Darat Kondisi Kekinian

Kondisi Orang Darat (Orang Hutan) di Batam makin punah atau tersisih. Tahun 2014 lalu, jumlahnya sekitar 8 kepala keluarga (KK). Pemerintah kota Batam dianggap sudah memberikan perhatian yang cukup. Namun, Suku Utan sendiri yang memilih tetap hidup di dalam perasingan.Selain karena memutuskan untuk bermigrasi ke pulau lain atau ke kota, populasi Suku Utan yang tinggal di pesisir berkurang karena banyak yang meninggal.Kampung mereka di Dusun Sungai Sadap kini didiami para tetua yang menolak untuk hijrah. Hanya sedikit di antaranya yang anak muda.

Masih seperti dahulu, Orang Darat tinggal di bawah pohon-pohon besar dengan bangunan seadanya yang terbuat dari triplek dan kayu. Berbeda dari Suku Laut yang tinggal berpindah-pindah, mata pencarian Orang Darat ini tetap bercocok tanam.

Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/kisah-orang-darat-orang-hutan-ditengah-kemajuan-batam/