industri.kontan.co.id
Jumat, 11 September 2015 | 10:54 WIB
JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk saat ini sedang sibuk mencari mitra bisnis untuk memasok kebutuhan baja dalam proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW). Perusahaan pelat merah itu berencana membikin usaha konsorsium dengan perusahaan lokal.
Krakatau Steel perlu mencari mitra bisnis lantaran kapasitas produksi maksimal mereka hanya 300.000 ton baja per tahun. Sementara proyeksi kebutuhan baja dalam proyek listrik 35.000 MW membutuhkan baja sekitar 500.000 per tahun.
Adapun, pemerintah menargetkan pembangunan mega proyek listrik itu dalam lima tahun. “Mau tak mau kami memang harus membentuk konsorsium untuk mengatasi kekurangan itu,” ungkap Dadang Danusiri, Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk saat dihubungi KONTAN, Rabu (9/9).
Upaya membikin konsorsium dengan perusahaan baja lokal juga sesuai dengan mandat pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) pengadaan transmisi minimal harus 40%.
Nah, hingga saat ini, Krakatau Steel masih mencari dan menimbang-nimbang calon mitra. Perusahaan baja berkode saham KRAS di Bursa Efek Indonesia tersebut kini sedang berdiskusi dengan para anggota Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia alias Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA). Krakatau Steel berencana menggandeng lima hingga enam produsen baja di Tanah Air.
Sejauh ini belum jelas siapa saja yang akan digandeng oleh Krakatau Steel. “Belum bisa kami mempublikasikan saat ini,” kata Iip Arief Budiman, Sekretaris Perusahaan PT Krakatau Steel Tbk.
Yang pasti, dalam memenuhi kebutuhan baja dalam proyek listrik 35.500 MW nanti, Krakatau Steel akan melaju melalui anak perusahaannya yakni PT Krakatau Wajatama. Berdasarkan informasi dalam laporan keuangan semester I-2015, Krakatau Wajatama beroperasi di Cilegon, Jawa Barat. Perusahaan tersebut memproduksi baja profil dan baja tulangan.
Sebagai gambaran, Menteri ESDM Sudirman Said sudah memerinci, kebutuhan proyek pembangkit listrik 35.000 MW. Proyek itu membutuhkan 732 transmisi (75.000 set tower) dengan kebutuhan 301.300 kilometer (km) konduktor aluminium dan 2.600 set travo. Termasuk, 3,5 juta ton baja berupa baja profil dan pipa luar pembangkit.
Kinerja bakal turun
Di tengah euforia mendapatkan rezeki nomplok dari pemerintah, Krakatau Steel memprediksi kinerja pendapatan tahun 2015 akan turun ketimbang tahun 2014. Manajemen perusahaan itu menilai, proyek baja 35.000 MW tak akan serta-merta mengerek pendapatan tahun ini.
Krakatau Steel menuding dugaan praktik dumping oleh produsen besi baja dari lima negara, yakni Jepang, Korea, China, Vietnam dan Taiwan, membikin kinerja mereka keok. Pasalnya, harga baja dari lima negara itu lebih murah ketimbang baja produksi Krakatau Steel. “Kondisi inilah yang mengakibatkan kerugian kami karena merusak pasar,” beber Dadang.
Dus, Krakatau Steel melaporkan dugaan praktik dumping tersebut kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Mereka bilang, KADI mulai menyelidiki laporan itu sejak Jumat (4/9) kemarin.
Kembali mengintip catatan keuangan semester I-2015, bottom line Krakatau Steel tercatat semakin memerah. Rugi bersih pada semester I-2015 tercatat US$ 134,93 juta. Kerugian itu naik 55,38% dibandingkan dengan rugi pada semester I-2014 yakni senilai US$ 86, 84 juta.
More Stories
Artha Graha Peduli Berikan Bibit Ikan ke SDN 01 Ancol, Dukung Ketahanan Pangan dan Makanan Bergizi Gratis
Artha Graha Peduli Salurkan Bantuan dan Pendampingan untuk Warga Rempang yang Bayinya Meninggal Akibat Infeksi
Sportivitas dan Keseruan Pekan Pesta Olahraga di Mal Artha Gading